Santri Pesantren Raudhatul Quran, Karawang, ini berangkat bersama delapan orang lainnya yang terbilang masih keluarga. Tiga diantaranya merupakan saudara kandung Fadla. Ayahnya yang merupakan pengusaha material di Karawang ingin agar anak-anaknya bisa berhaji pada usia muda. “Tapi ayah enggak ikut karena sudah berhaji,”kata dia.
Fadla mengungkapkan pengalamannya saat menjalankan ibadah di Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna). Menurut dia, ada beberapa diantara jamaah yang sudah lanjut usia (lansia) kesulitan untuk beribadah mengingat kondisi fisiknya. Mereka pun kesulitan untuk berjalan kaki pulang pergi sejauh enam kilometer dari Mina ke Jamarat. Karena itu, dia merasa beruntung bisa berhaji pada usia belasan tahun.
Jumlah jamaah haji berusia muda memang masih menjadi minoritas untuk musim haji kali ini. Berdasarkan data dari Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), ada 3,8 persen jamaah yang berusia di bawah 35 tahun. Persentase jumlah jamaah yang berangkat haji terbesar ada pada usia 56-60 tahun dengan 21,4 persen. Berada di urutan berikutnya, jamaah berusia 61-64 tahun dengan angka 19 persen.
Berhaji pada usia muda kerap digaungkan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Selain karena Muslim yang mendaftar haji sudah mencapai 5,1 juta orang, masa tunggu berhaji kini sudah mencapai rata-rata 21 tahun. Hasil riset BPKH, sebanyak 75 persen masyarakat baru mendaftar haji pada usia di atas 40 tahun. Karena itu, mereka baru berangkat haji pada usia ke 60 tahun.
Meski demikian, anggota BPKH Iskandar Zulkarnain menjelaskan, pada Juli 2020, BPKH melaporkan terjadi peningkatan pendaftar haji berusia muda sejak 2018. Peningkatan yang signifikan terlihat dari pendaftar dengan usia di bawah 30 tahun.
Untuk mendongkrak kembali haji usia muda, BPKH menyiapkan tiga segmen untuk haji muda yakni haji usia dini yang mendaftar sejak usia 6 tahun, haji sejak SMA dan haji eksekutif. Untuk segmen terakhir, ujar Iskandar, pihaknya menargetkan para eksekutif muda yang sukses dan bisa mendaftar haji khusus.