Jumat 04 Nov 2022 18:24 WIB

Agar Selaras dengan Kebijakan Baru Saudi, UU Haji Dinilai Perlu Direvisi

Kebijakan yang telah ditetapkan Saudi memengaruhi pembiayaan haji.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Jamaah haji sedang wukuf di Arafah (Ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Jamaah haji sedang wukuf di Arafah (Ilustrasi)

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis menyampaikan, Undang-Undang 8/2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah perlu direvisi agar selaras dengan berbagai kebijakan baru Arab Saudi. Salah satunya penerapan pajak 15 persen yang membuat berbagai harga pada komponen haji kian tinggi.

"Haji saat ini sudah menjadi semacam supply and demand. Ketika permintaan besar, harga juga naik. Maka UU Haji sudah tidak cocok dengan kondisi sekarang, sehingga harus direvisi mengikuti pola perkembangan di Saudi," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (4/11).

Baca Juga

Iskan mengatakan, kebijakan yang telah ditetapkan Saudi memengaruhi pembiayaan haji. Jika tidak mengikuti pola baru yang ditetapkan Saudi, kemungkinan dana haji bisa habis karena terjadi peningkatan pembiayaan yang luar biasa.

Iskan juga menuturkan, sebetulnya tidak banyak ketentuan dalam UU Haji yang direvisi. Revisi ini dilakukan hanya untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di Saudi. Sebab, bagaimana pun, 70 persen pengeluaran haji itu ada di Saudi. Dengan demikian, apapun kebijakan Saudi tentu berpengaruh pada pengelolaan haji di Indonesia.

"Bisa saja tiba-tiba Saudi menerima banyak jamaah haji, kemudian menaikkan harga 2 kali lipat. Dengan mengikuti sistem sekarang (yang berlaku di Indonesia), maka uang haji bisa amblas. Sebab selama ini dana optimalisasinya sudah tidak bisa lagi disisihkan untuk biaya haji ke depannya. Jadi revisi ini untuk mempersiapkan antisipasi itu," jelasnya.

Menurut Iskan, di masa mendatang haji harus berbasis aktuaria, istilah yang populer dalam dunia asuransi. Karena dana haji bersifat jangka panjang, maka pengelolaannya harus benar dan menghasilkan keuntungan yang bagus. "Namun pengelolaannya di-akturia, dihitung, setiap tahun kebutuhannya berapa dan sebagainya," katanya.

Mengapa revisi ini perlu dilakukan pada tingkat undang-undang, Iskan menjelaskan, karena penyelenggaraan haji berkaitan dengan banyak kementerian/lembaga. Seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, Imigrasi, dan lainnya. "Jadi memang harus dengan undang-undang," tuturnya.

Iskan melihat, haji di masa mendatang akan diselenggarakan secara lebih profesional. Artinya, dia mengungkapkan, semua aspek dalam haji akan ada standarisasi. Misalnya dalam hal pelayanan, pembimbing haji, dan sebagainya. Menurut dia, ini memang baik tetapi efeknya biaya haji akan semakin mahal.

Iskan juga menyebut rencana revisi UU Haji adalah usulan Komisi VIII DPR dan hampir seluruh fraksi telah menyetujuinya karena ini demi kepentingan jamaah haji. "Secepatnya akan dibahas. Karena bulan 12 itu Saudi sudah melakukan semacam pembelian fasilitas-fasilitas," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement