IHRAM.CO.ID, Jika gelar ‘Pedang Allah’ di kalangan pria disematkan untuk Khalid Ibnu Walid, di kubu perempuan julukan itu ditujukan pada Khaulah. Namanya tercatat sebagai mujahidah yang berani melawan musuh-musuh Islam. Didukung fisiknya yang mumpuni, tubuh Khaulah tinggi, tegap, dan sangat gesit. Keberanian Khaulah bukan tiba-tiba, melainkan sejak kecil sudah belajar berkuda, menombak, dan berpedang.
Sang kakak, Dhirara bin Azur, adalah tempat ia belajar seni berperang. Dhirara yang juga pasukan tentara Islam sering kali menceritakan kepada adiknya bagaimana kemenangan Islam di setiap medan perang. Dari pengalaman kakaknya tersebut, keinginannya berperang semakin kuat.
Selain berani di medan perang, Khaulah dikenal memiliki strategi jitu menghadapi musuh. Ini terbukti saat ia bersama sejumlah Muslimah menjadi tawanan Perang Sahura. Ketika itu, Khaulah bergabung sebagai tim kesehatan dan logistik. Sialnya, para mujahidah ini ditangkap tentara Romawi. Mereka dikurung berhari-hari di bawah pengawalan ketat pasukan musuh.
Walaupun tanpa senjata di tangan, Khaulah memberontak. Ia menyusun strategi agar bisa menyelamatkan diri bersama teman-temannya. Langkah awal yang dilakukan Khaulah ialah memotivasi mereka agar mau bebas sebelum dilecehkan para tentara musuh.
“Wahai para pejuang Allah, apakah kalian rela menjadi tukang pijit tentara Romawi? Apakah saudara semua mau menjadi hamba orang-orang kafir yang nyata-nyata dilaknat Allah? Relakah saudara semua dihina, dilecehkan bangsa Romawi? Di mana harga diri kalian sebagai Muslimah?’’ papar Khaulah membangkitkan semangat para mujahidah.
Para mujahidah pun sepakat dengan apa yang dilontarkan Khaulah. “Demi Allah sebagai Muslimah, kami mempunyai harga diri. Tapi, apa yang bisa kita lakukan tanpa senjata, tentara siap menyerang ka lau kita memberi perlawanan,’’ ungkap seorang Muslimah yang mengibaratkan mereka kambing tanpa tanduk.
Khaulah tidak kehilangan akal. Walaupun bukan senjata sesungguhnya, Khaulah mengajak para mujahidah memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya, seperti tiangtiang dan tali kemah. Hal yang pen ting para mujahidin yakin perto longan Allah pasti datang untuk melepaskan para pejuang Muslimah dari tentara Romawi.
“Ingatlah syahid lebih baik bagi kita daripada dihinakan kaum kafir,’’ kata Khaulah.
Setelah menyusun strategi dan menentukan waktu yang tepat, Khaulah memimpin ‘pasukannya’. Sebelum bergerak Khaulah menga takan, “Wahai saudara-saudari, jangan sekali-kali gentar dan takut. Kita semua harus bersatu dalam perjuangan ini. Patahkan tombak mereka, hancurkan pedang mereka, ucapkan takbir!’’
Khaulah dibantu Ifra binti Ghaffar, Umi binti Utbah, Salmah binti Zari, Ran’ah binti Amalun, dan Sal mah binti Nu’man memukul peng awal dengan tiang hingga tewas. Satu tombak kini dalam genggaman Khaulah.
Sementara itu, mujahidah lain menyerang para pengawal yang berkeliaran di sekitar penjara. Rupanya mereka tidak siap mengha dapi serangan para mujahidah yang membuatnya lari tunggang langgang. Khaulah berhasil memimpin penyerangan dan membebaskan semua tawanan.