IHRAM.CO.ID, Sebagai pusat penyebaran Islam di masa ‘Wali Sanga’, Cirebon memiliki banyak peninggalan syiar Islam. Salah satunya adalah Masjid Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.
Bagi para peziarah, masjid tersebut sudah tak asing lagi. Lokasi masjid berada satu kompleks dengan makam Sunan Gunung Jati dan keluarganya. Namun bagi masyarakat umum, tak banyak yang mengetahui, jika di dalam kompleks makam ada sebuah masjid.
Apalagi, jika dilihat dari jalan raya penghubung Cirebon –Indramayu, lokasi masjid terhalang deretan kios dan rumah penduduk dipakai berjualan. Untuk menjangkau masjid pun, para pengunjung harus melewati gang sempit sepanjang 100 meter di tengah perumahan yang cukup padat.
Masjid Sunan Gunung Jati memang bukan masjid pertama yang didirikan Sunan Gunung Jati di Cirebon. Namun, masjid dengan dinding dan lantai putih bersih itu, menjadi salah satu basis syiar Islam cucu Prabu Siliwangi tersebut.
“Masjid ini dibangun Sunan Gunung Jati sekitar 1448,” ujar salah seorang imam Masjid Sunan Gunung Jati, H Abdul Qohar. Namun, Ia mengaku, ada hikayat lain yang menceritakan sejarah masjid tersebut.
Berdasarkan hikayat yang berkembang dari mulut ke mulut, masjid itu merupakan pemberian seorang ulama be sar penyebar Islam di Karawang, bernama Syekh Quro. Bahkan, Syekh Quro memindahkan masjid itu dari Karawang ke Cirebon dengan membungkusnya menggunakan kain sorban.
“Tapi (kebenaran hikayat itu) ya… wallahualam,’’ tutur Abdul Qohar.
Menurut Abdul Qohar, di masjid ini Sunan Gunung Jati mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di masjid itu pula, dirancang strategi dakwah untuk menyebarkan agama Islam. Karenanya, masjid menjadi bagian tak terpisahkan dari syiar Islam yang dilaksanakan Sunan Gunung Jati.
Sunan Gunung Jati berharap masjid terus dijaga dan dimakmurkan. Tak lupa, Ia juga mengajarkan kepada siapa pun untuk menyayangi fakir miskin. Pesan tersebut seperti tertuang dalam wasiatnya:
“Ingsun titip tajug lan fakir miskin (saya titip masjid dan fakir miskin, red)”.
Abdul Qohar mengungkapkan, kebersihan Masjid Sunan Gunung Jati selalu dijaga. Namun, biaya perawatan masjid yang dindingnya dihiasi banyak keramik Cina itu, lebih banyak diperoleh dari para peziarah. Bahkan, kata dia, saat areal masjid mengalami perluasan pada 1987-an, masyarakat setempat bergotong royong me ngumpulkan dana.
“Ini karena perhatian dari pemerintah kurang,’’ tuturnya.
Selain menjaga kebersihan masjid, kondisi fisik bangunan yang memiliki luas sekitar 23 meter persegi juga selalu dipelihara. Seperti misalnya penggantian atap sirap yang dilakukan rutin setiap delapan sampai sepuluh tahun sekali.
Sofwan, pengurus masjid, menambahkan masjid pun sangat ramai digunakan shalat berjamaah lima wak tu. Begitu pula saat pe laksanaan shalat Jumat. Selain warga setempat, shalat berjamaah juga dila kukan para peziarah yang ber ziarah ke makam Sunan Gunung Jati.
“Apalagi kalau peringatan hari besar Islam. Pengunjung datang dari berbagai daerah,” ucap dia.
Salah seorang peziarah makam Sunan Gunung Jati, Sunarto, warga Desa Kenanga, Kabupaten Indramayu, menuturkan hampir setiap ma lam Jumat berziarah ke ma kan Sunan Gunung Jati. “Hati ini terasa tenang setelah berziarah dan melaksanakan shalat malam hing ga shalat Subuh,” katanya