IHRAM.CO.ID,Oleh: Fajar Kurnianto
''Seorang Mukmin tidak akan jatuh dua kali di lubang yang satu (sama).'' (HR Bukhari-Muslim)
Salah satu ciri seorang Mukmin adalah bisa mengambil pelajaran positif dari hal-hal yang telah terjadi untuk menghadapi hal-hal yang akan terjadi. Pada hadis di atas, Rasulullah SAW menegaskan bahwa orang Mukmin tidak akan jatuh di lubang yang sama. Maknanya, seorang Mukmin tidak akan melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari.
Dalam spektrum yang lebih luas, orang Mukmin adalah orang yang selalu berpikir, bertindak, dan bersikap progresif, tanpa meninggalkan nilai-nilai ajaran Islam yang fundamental. Justru dalam kemajuan berpikir, bertindak, dan bersikap itu, ajaran Islam dipegang kuat-kuat sebagai filter sekaligus inspirasi untuk mencipta suatu kondisi yang maju, namun dalam alam yang Islami.
Berbagai pengalaman buruk masa lalu tidak dicela, dicaci-maki, dan diteruskan, tetapi dijadikan sebagai bahan pelajaran bahwa hal tersebut adalah kenyataan yang seharusnya tidak diulang dari masa ke masa sehingga menghabiskan begitu banyak energi hanya untuk mengulang sejarah yang sama. Karena, ke depan, kaum Mukmin menghadapi persoalan yang jauh lebih berat.
Rasulullah SAW sudah jauh-jauh hari mengingatkan untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Sebuah peringatan yang tidak main-main karena terbukti saat ini kaum Mukmin pada umumnya belum menjadi pemain, tetapi justru menjadi orang-orang yang dipermainkan kuasa orang-orang yang mempertuhankan hawa nafsu dan materi.
Orang Mukmin yang seharusnya menjadi cahaya bagi semua, justru tenggelam dan hanyut dalam aliran kehidupan duniawi, terombang-ambing oleh ombak kehidupan yang telah kehilangan nurani dan akal sehat. Ketika demikian keadaannya, mereka akan dengan mudah dijerembabkan ke lubang-lubang kesalahan yang sama tanpa disadari.
Ujung-ujungnya, bukan lahirnya misi dan visi ke depan yang sama, melainkan justru aura kebencian, kecurigaan, dan amarah. Lebih parah lagi, itu dilakukan dengan sesama saudara sendiri.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW mewanti-wanti, ''Sesungguhnya datangnya Islam pada mulanya dianggap asing (aneh) dan kelak akan datang kembali sebagai sesuatu yang asing. Namun, berbahagialah orang yang asing.'' Para sahabat bertanya, ''Ya Rasulullah, apa yang dimaksud orang yang asing itu?'' Beliau menjawab, ''Orang yang melakukan perbaikan-perbaikan di saat orang-orang melakukan pengrusakan.'' (HR Muslim).
Siapkah kita menjadi ''orang asing'' itu?