Sabtu 21 Jan 2023 15:14 WIB

Dirjen PHU: Pemerintah Lindungi Nilai Manfaat Jamaah Haji

Jamaah haji akan mendapatkan pelayanan terbaik.

Jamaah haji berjalan mengelilingi Kabah, bangunan kubik di Masjidil Haram, selama ibadah haji tahunan, di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (10/7/2022). Ibadah haji tahunan Islam di Arab Saudi akan kembali ke tingkat pra-pandemi pada 2023 setelah pembatasan melihat peringatan keagamaan tahunan dibatasi karena kekhawatiran tentang virus corona, kata pihak berwenang.
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Jamaah haji berjalan mengelilingi Kabah, bangunan kubik di Masjidil Haram, selama ibadah haji tahunan, di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (10/7/2022). Ibadah haji tahunan Islam di Arab Saudi akan kembali ke tingkat pra-pandemi pada 2023 setelah pembatasan melihat peringatan keagamaan tahunan dibatasi karena kekhawatiran tentang virus corona, kata pihak berwenang.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief mengatakan bahwa pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dalam Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M.

Komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jamaah dan penggunaan nilai manfaat (NM) dihitung secara lebih proporsional.

"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," ujar Hilman Latief dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (21/1/2023).

Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan. Dia menjabarkan perkembangan BPIH 2010-2022, menurut sumber data paparan BPKH pada Media Briefing, 19 Januari 2023, pada tahun 2010, nilai manfaat Rp 4,45 juta (13 persen) dibanding Bipih Rp 30,05 juta (87 persen) sebesar Rp 34,50 juta. Tahun 2011, nilai manfaat Rp 7,31 juta (19 persen) dibanding Bipih Rp 32,04 juta (81 persen) sebesar Rp 39,34 juta.

Pada tahun 2012, nilai manfaat Rp 8,77 juta (19 persen) dibanding Bipih Rp 37,16 juta (81 persen) sebesar Rp 45,93 juta. Tahun 2013, nilai manfaat Rp 14,11 juta (25 persen) dibanding Bipih Rp 43 juta (75 persen) sebesar Rp 57,11 juta.

Tahun 2014, nilai manfaat Rp19,24 juta (32 persen) dibanding Bipih 40,03 juta (68 persen) sebesar 59,27 juta. Selanjutnya, tahun 2015, nilai manfaat Rp24,07 juta (39 persen) dibanding Bipih Rp37,49 juta (61 persen) sebesar Rp61,56 juta.

Pada tahun 2016, nilai manfaat Rp25,40 juta (42 persen) dibanding Bipih Rp34,60 juta (58 persen) sebesar Rp60 juta. Pada tahun 2017, nilai manfaat Rp26,90 juta (44 persen) dibanding Bipih Rp34,89 juta (56 persen) sebesar Rp61,79 juta.

Tahun 2018, nilai manfaat Rp33,72 juta (49 persen) dibanding Bipih 35,24 juta (51 persen) sebanyak Rp68,96 juta. Tahun 2019, nilai manfaat Rp33,92 juta (49 juta) dibanding Bipih Rp35,24 juta (51 persen) sebesar Rp69,16 juta.

Selanjutnya, tahun 2022, nilai manfaat Rp57,91 juta (59 persen) dibanding Bipih Rp39,89 juta (41 persen) sebesar Rp97,79 juta dan tahun 2023, nilai manfaat Rp29,70 juta (30 persen) dibanding Bipih Rp69,19 juta (70 persen) sebesar Rp98,89 juta, yang kini sebagai usulan.

Dari data tersebut, lanjut Hilman, pada tahun 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jamaah hanya Rp4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jamaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen, sementara Bipih 87 persen.

Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19 persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017), 49 persen (2018 dan 2019). Karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jamaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59 persen.

"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," ujar dia.

Nilai manfaat, lanjut Hilman, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karenanya, nilai manfaat adalah hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.

Mulai sekarang dan seterusnya, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan. Apalagi, kinerja BPKH juga masih belum optimal, sehingga belum dapat menghasilkan nilai manfaat ideal.

Jika pengelolaan BPKH tidak kunjung optimal serta komposisi Bipih dan NM masih tidak proporsional, nilai manfaat akan terus tergerus dan tidak menutup kemungkinan akan habis pada 2027.

"Jika komposisi Bipih (41 persen) dan NM (59 persen), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat habis pada 2027, sehingga jamaah 2028 harus bayar 100 persen. Padahal, mereka juga berhak atas nilai manfaat simpanan setoran awalnya yang sudah lebih dari 10 tahun," paparnya.

Untuk itu, kata Hilman, Pemerintah dalam usulan yang disampaikan Gus Menteri saat Raker bersama Komisi VIII DPR, mengubah skema menjadi Bipih (70 persen) dan NM (30 persen). "Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Gus Menteri lakukan demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jamaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya," ujarnya.

Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. "Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal, Aamin," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement