IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Arif Satria mengusulkan agar Kementerian Agama dapat memangkas lamanya masa tinggal di Arab Saudi. Pernyataannya ini menanggapi polemik kenaikan biaya perjalanan haji yang dianggap memberatkan calon jamaah Indonesia.
“Berkurangnya durasi ibadah haji hanya 20-30 hari akan memangkas biaya secara signifikan yang harus dibayarkan,” kata Arif dalam siaran pers, Kamis (9/2/2023).
Misalnya pelaksanaan haji plus yang hanya mengambil kegiatan inti dan pokoknya. Sehingga ibadah haji dapat diselesaikan oleh jamaah haji plus dengan durasi 12 hingga 15 hari saja.
Yang juga tak kalah penting, lanjutnya, dalam konteks kenaikan ini pun perlu diikuti dengan penguatan tata kelola yang baik, termasuk dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Misalnya jika memang terjadi kenaikan pada akomodasi dan transportasi, maka harus dijelaskan kepada publik.
”Soal kenaikan ini, jika memang hal teknis mengalami kenaikan misal akomodasi, transportasi kita akan maklum. Memang beban subsidi yang cukup berat ini perlu dipertimbangkan. Saya yakin jika publik diberikan data faktual, pasti diterima," ujarnya.
Tentang kenaikan BPIH (Biaya Penyelelenggaraan Ibadah Haji), Arif setuju meniadakan subsidi untuk keberlanjutan penyelenggaraan ibadah haji. Oleh karena itu, pemerintah harus berusaha keras untuk renegosiasi kepada pihak-pihak terkait agar biaya haji makin efisien.
Diketahui, berdasarkan paparan usulan biaya haji 1444 H yang disampaikan Kementerian Agama (Kemenag) beberapa waktu lalu, salah satu poin yang tinggi adalah biaya penerbangan. Perhitungan aspek ini mencapai Rp 33 juta untuk tiap jamaah.
Arif Satria menilai angka ini relatif sangat mahal jika dibandingkan dengan penerbangan ekonomi biasa. Namun, ia tidak menyangkal jika ada logika atau perhitungan yang berbeda dengan penggunaan penerbangan biasa.
"Penerbangan biasa, orang ke Jeddah sekitar Rp 10-15 juta. Rp 33 juta ini mahal, karena berangkat penuh pulang kosong. Harga penerbangan ini tinggi untuk mengcover biaya pulang yang kosong tadi," katanya.
Meski demikian, ia tetap mendorong pemerintah untuk melakukan negosiasi dengan pihak maskapai. Selanjutnya, pemerintah harus membuat perhitungan dengan pertimbangan riil dan kalkulasi yang moderat, mengingat komponen harga yang ditetapkan juga sudah menghitung keuntungan.
Arif mengusulkan Indonesia bisa melakukan investasi akomodasi di Arab Saudi karena biaya haji setiap tahun sifatnya rutin dan tren haji setiap tahun di Indonesia terus meningkat.
"Aspirasi kita, bagaimana investasi akomodasi menjadi penting dan keniscayaan, karena ini berlangsung setiap tahunnya, sifatnya rutin. Tren orang berangkat haji ini semakin lama semakin meningkat," jelasnya dalam kegiatan Forum Diskusi BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan yang digelar Badan Pengelola Keuangan Haji.
Ia menyebut proses penyelenggaraan ibadah haji di Saudi ini berkaitan dengan politik ekonomi. Tidak bisa dipungkiri, kegiatan satu tahun sekali ini merupakan bisnis besar.
"Bila memungkinkan ada negosiasi ke pemilik hotel besar di Arab Saudi, termasuk Makkah dan Madinah. Hotel-hotel tersebut sebagian besar milik negara Barat yang selama ini merupakan mitra ekonomi Indonesia," tuturnya.
Menurutnya, banyak hal yang bisa dilakukan untuk memotong pengurangan biaya haji. Salah satunya juga bandara, yang saat ini bertumpu di Jeddah dan Madinah. “Ini kalau bisa buka alternatif di tempat lain, Thaif misalnya, bisa dilakukan simulasinya," kata Arif.