IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Panitia Kerja (Panja) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Komisi VIII DPR menggelar rapat dengar pendapat bersama PT Garuda Indonesia. Dalam pertemuan ini, Garuda memaparkan asumsi biaya yang diajukan untuk ibadah haji 2023.
Direktur Layanan dan Niaga Garuda Indonesia Ade R Susardi menyebut, berdasarkan asumsi rincian komponen biaya maskapai, untuk penerbangan haji 2023 senilai Rp 33.438.171. Angka ini sudah mencakup direct dan indirect cost, biaya bandara (ABC) dan layanan penumpang (PSC), serta margin sebesar 2,5 persen.
"Dengan asumsi-asumsi yang ada, yang sangat terbatas dan belum firm, kita hitung direct dan indirect cost total Rp 31.431.353, ditambah airport building charge (ABC) dan passenger services charge (PSC) sekitar Rp 1,1 juta, totalnya Rp 32.622.606," ujar dia dalam rapat Panja BPIH bersama Komisi VIII DPR, Kamis (9/2/2023).
Pihaknya juga menyebut, berkaca pada penyelenggaraan ibadah haji 2022, ada margin senilai 2,5 persen yang diambil dari total biaya. Sehingga, harga per-embarkasi senilai Rp 33.438.171.
Ade menyebut, penetapan margin ini ditentukan dalam PPTU Haji 2023 Kementerian Agama, sebesar maksimum 3 persen dari total biaya penerbangan.
Berdasarkan paparan rincian komponen biaya maskapai, ia menjelaskan perhitungan harga minyak atau fuel yang digunakan dalam haji 2023 adalah 93 Usc/liter, lebih rendah dibanding rata-rata estimasi yaitu 97 Usc/liter. Adapun asumsi estimasi kurs 1 dolar adalah Rp 15.350.
Adapun perhitungan biaya langsung (direct cost) yang disampaikan mencakup biaya bahan bakar atau fuel senilai Rp 13.109.475 atau 40,2 persen dari total. Urutan kedua biaya terbesar adalah sewa pesawat atau aircraft lease senilai Rp 12.072.822, 37 persen dari total biaya.
"Komponen terbesar masih di harga minyak, sekitar 40,2 persen. Kedua adalah leasing aircraft. Ini ada kombinasi dari pesawat yang kita punya dan pesawat yang kita tambahkan," lanjutnya.
Variabel lainnya yang masuk hitungan biaya operasional langsung adalah persiapan teknis operasi pesawat, yaitu penyiapan dan pemeliharaan pesawat yang akan digunakan selama waktu haji. Besaran biaya untuk hal ini adalah Rp 812.216. Selanjutnya ada biaya asuransi terhadap pesawat tersebut, senilai Rp 7.829.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian dalam hal ini adalah jasa kebandarudaraan, meliputi perpanjangan jam operasional senilai Rp 77.693, biaya parkir dan biaya pendaratan baik di Indonesia maupun di Saudi, masing-masing biayanya Rp 290.421 dan Rp 494.844.
Ade menyebut perpanjangan jam operasional diperlukan mengingat penerbangan haji di Indonesia berjalan 24 jam, sehingga bagi bandara yang tidak beroperasi sepanjang hari perlu ada tambahan biaya.
Komponen jasa navigasi juga menjadi bahan penghitungan biaya maskapai. Di antaranya adalah over flying atau biaya ketika melintas di atas area negara lain sebesar Rp 251.908 dan route charge kepada negara-negara lain yang dilewati, senilai Rp 479.289.
"Yang berikutnya adalah ground handling, biaya layanan pesawat di setiap bandara. Ini mulai dari proses pendaratan, dibersihkan dan disiapkan kembali untuk keberangkatan, biayanya Rp 547.806," kata Ade.
Biaya makan selama penerbangan diasumsikan sebesar Rp 464.876. Selanjutnya ada biaya kru langsung, yaitu crew expense Rp 401.924 dan hotel dan akomodasi (hotac) kru Rp 183.845.
Setiap kru yang bekerja, lanjut Ade, disebut memiliki durasi maksimum yaitu 14 jam. Setelahnya, berdasarkan aturan penerbangan internasional yang ada, mereka harus istirahat 24 jam baru diperbolehkan kembali bertugas.
Terakhir, bagian dari komponen biaya langsung adalah transportasi penumpang di darat sebesar Rp 141.804. Ini mencakup transportasi dari asrama menuju bandara maupun sebaliknya, di masing-masing embarkasi, serta transportasi bagasi jamaah.
Dari sejumlah komponen yang disebutkan itu, total biaya langsung maskapai adalah Rp 29.336.751.
Selanjutnya Ade menjelaskan rincian komponen biaya maskapai tidak langsung. Di dalamnya termasuk biaya staf darat, yaitu gaji senilai Rp 106.668 dan hotac dan perjalanan dinas Rp 222.079.
"Kami akan kirim tim Garuda untuk melayani jamaah di Saudi. Tahun lalu kami kirim sekitar 100 orang, untuk saat ini estimasi jumlah staf sebanyak 221 petugas. 84 petugas pada Fase I dan 137 pada Fase II," tuturnya.
Terkait biaya visa kerja temporer (temporary working visa), ia menyampaikan ada kenaikan yang cukup signifikan. Sebelum pandemi Covid-19, biaya visa senilai 720 dolar AS kini menjadi 2.603 dolar AS.
Garuda juga menampilkan biaya pelatihan bagi kru tambahan yang baru direkrut senilai Rp 62.604. Penambahan kru ini diperlukan, sekitar 400 orang, jika nantinya maskapai mengoperasikan pesawat tambahan.
Komponen terakhir dari biaya tidak langsung operasional maskapai adalah biaya lain-lain yang mencakup biaya asuransi (extra cover) Rp 19.840. Ade menyebut biaya ini untuk menjamin jamaah dari saat masuk ke bandara sampai tiba di bandara tujuan.
Hal lainnya yang masuk kategori ini adalah remote terminal & system facility di Saudi, yang digunakan jika tempat parkir maskapai jauh dari garbarata, senilai Rp 227.558. Ada juga biaya layanan jamaah sebesar Rp 1.178.522 dan layanan penanganan bagasi di Saudi Rp 277.333.
"Biaya layanan jamaah ini terdiri dari penyediaan koper jamaah, satu koper besar, satu koper kabun dan satu tas paspor, beserta dengan distribusi koper ke 34 Kanwil Kemenag. Termasuk juga adalah penyediaan air zam-zam dan distribusinya," kata dia.
Adapun untuk layanan penanganan bagasi, Ade menuturkan hal ini terdiri dari distribusi bagasi jamaah dari bandara ke maktab/pemondokan pada fase kedatangan dan pengumpulan bagasi dari maktab ke bandara saat kepulangan. Tidak ketinggalan di dalamnya ada penyaringan (screening) barang-barang jamaah dan jika ditemukan kerusakan ada pengemasan ulang (repacking) bagasi.