Oleh Ustaz Bobby Hernowo
REPUBLIKA.CO.ID, Saat seorang Muslim tengah melakukan ibadah haji, di mulai dari proses Tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah hingga Jumrah Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka Muslim yang tengah melakukan ibadah haji tersebut diwajibkan mengenakan ‘pakaian ihram’.
Masa 3 hari antara tanggal 8 - 10 Dzulhijjah bukanlah perkara yang mudah, dimana jamaah haji hanya diperkenankan mengenakan pakaian ihram.
Ditambah, adanya larangan-larangan ihram yang cukup banyak yang perlu diwaspadai oleh jamaah haji. Belum lagi aktivitas selama 3 hari itu adalah aktivitas puncak haji di mana seluruh jamaah dari berbagai belahan dunia berkumpul pada tempat yang sama, ARMINA (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Makan antri, wudhu antri, bahkan untuk pergi ke MCK pun harus antre.
Seluruh aktifitas pada hari ini cukup menguras tenaga dan perhatian, belum lagi pakaian yang kita gunakan untuk shalat, ibadah, ke MCK dan sebagainya adalah pakaian yang sama yang tiada lain adalah pakaian ihram.
Lalu muncul pertanyaan yang sering dialami oleh para jamaah haji, “Bagaimana kiranya bila kain ihram yang dipakai terkena najis, baik dari diri sendiri atau dari luar tubuh kita, apakah hal ini membatalkan haji yang dilakukan? Najis bila diketahui keberadaannya dan bisa terindra dapat mengganggu ibadah. Shalat tidak diterima bila tubuh ini terdapat najis. Apakah najis itu berupa kotoran, bangkai, darah, dan sebagainya.
Semua hal yang najis adalah kotor dan dapat merusak ibadah, wa bil khusus shalat. Sebagaimana firman Allah Swt “
Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor.” QS. 6: 145
Bila ada jamaah haji, misalnya pakaian ihram yang ia pakai terkena dam (darah), maka para ulama berpendapat bahwa darah yang sedikit (seperti yang keluar dari bisul, jerawat, dan semacamnya) dianggap tidak masalah, sedangkan darah yang dianggap najis adalah darah yang mengalir dan banyak jumlahnya.
Boleh jadi ada jamaah haji wanita yang sedang menjalani ibadah haji namun tiba-tiba ia haidh sehingga mengotori pakaiannya. Dalam kondisi ini, jamaah yang mengenakan pakaian ihram terdapat padanya najis boleh melakukan dua hal.
Pertama, mengganti pakaian ihramnya, dan hal ini diperbolehkan. Kedua, mencuci dan membersihkan pakaian ihramnya, sehingga bentuk najisnya hilang dari pakaian. Sebagaimana disampaikan oleh Asma binti Abu Bakar Ra bahwa Rasulullah Saw pernah ditanya tentang pakaian yang terkena darah haidh. Maka Rasulullah Saw bersabda, “Gosoklah najisnya lalu siramlah dengan air sampai bersih.
Bila najisnya sudah hilang, maka engkau boleh shalat dengan mengenakan baju tersebut.” Shahih Ibnu Hibban 1397. Demikianlah sedikit tuntunan yang boleh jadi dapat menimpa jamaah haji saat pakaiannya terkena. Najis boleh jadi mengganggu keabsahan shalat, namun mengenai najis mengganggu keabsahan haji, penulis belum mendapatkan dalil yang menjelaskan akan hal itu. Wallahu A’lam.