REPUBLIKA.CO.ID, Dasar orang udik, kemana saja selalu membawa bekal dari rumah, terutama jenis makanan yang mengenyangkan perut, bahkan ketika pergi ke Tanah Suci sekalipun.
Seperti yang dilakukan Muljani, ketika pergi ke Tanah Suci, ia membawa bekal makanan khas desanya, yaitu ketela rambat yang masih mentah, alias masih berupa umbi.
Dari beberapa buah umbi yang dibawa Muljani, ada satu yang berbentuk unik, yaitu menyerupai tubuh manusia. Jika ditegakkan, bagian bawah berbentuk menyerupai pinggul perempuan, sedangkan bagian atas hampir sama persis. Tapi jika dibalik, hampir menyerupai tubuh lelaki.
Entah kapan datangnya, seusai waktu magrib, ketika Muljani pulang dari masjid, di kemah pondokannya sudah ada dua orang Arab yang sedang asyik membolak-balik salah satu umbi ketela yang dibawa dari kampungnya.
Satu orang yang mengenakan sorban merah bilang ''Hada....hada...(ini laki-laki).
'' Tapi yang satu orangnya bilang ''Hadihi...hadihi....(ini perempuan).'' ''la..la...hada..hada.'' ''la...hadihi...hadihi.'' Perdebatan kedua orang itu tampaknya makin seru. Sebab, keduanya tidak mau mengalah dan tetap teguh dengan pendapatnya, bahwa ketela yang mereka kagumi itu bisa disebut sebagai 'ketela laki-laki'.
Tetapi yang satunya tetap ngotot, ketela itu sangat mirip dengan perempuan, maka harus disebut dengan 'hadihi' alias 'ketela perempuan'.
Muljani hanya memandangi dari jauh adegan itu. Namun ketika dua orang yang tengah berdebat tadi berdiri dan saling bertolak pinggang, bahkan, salah satu dari mereka memegang leher yang lainnya, Muljani buru-buru mendatangi mereka.
''Ada apa ini tuan...ada apa...."
''Kedua orang itu saling berpandangan."
''Hada...hada....''
''Hadihi..hadihi...,, ''Salah semua..,''teriak Muljani gemas.
''Lalu apa?,''tanya keduanya hampir bersamaan. ''Ketela waria.....,''jawab Muljani ketus.
''Apa waria itu tuan,''tanya orang yang bersorban merah. ''Hada-hadihi...''kata Mulyani sekenanya, lalu ngloyor sambil kedua tangannya menutup mulutnya yang ingin tertawa.