REPUBLIKA.CO.ID, Asal makna haji adalah menyengaja sesuatu. Menurut Syara', haji berarti dengan sengaja mengunjungi Ka'bah (rumah suci). Untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu.
Para ulama tak mencapai satu kata saat menentukan permulaan wajib haji. Sebagian mengatakan, pada tahun keenam, yang lain menyebut pada tahun kesembilan Hijriyah.
Haji diwajibkan atas orang yang kuasa, satu kali seumur hidupnya. Untuk itu Allah SWT berfirman, ''Allah mewajibkan haji ke Rumah Suci (Ka'bah) atas semua manusia yang kuasa pergi ke sana.'' (QS Ali Imron (3)):97.
Rasullullah SAW pun bersabda tentang wajib haji ''Islam itu ditegakkan di atas lima dasar. Pertama, menyaksikan bahwa yang hak (patut disembah), melainkan Allah. Kedua, mengerjakan shalat yang lima waktu. Ketiga, membayar zakat. Keempat, mengerjakan haji. Kelima, berpuasa pada bulan Ramadhan,'' (sepakat ahli hadis).
Haji wajib dikerjakan dengan segera. Artinya, orang yang telah mencukupi syarat-syarat, tapi ia tidak mengerjakan haji tahun ini, ia berdosa lantaran melalaikannya. Hal itu diungkap Nabi Muhammad SAW seperti yang dituturkan Ibnu Abbas, ''Hendaklah kamu segera mengerjakan haji, maka sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari, sesuatu halangan yang akan merintanginya.'' (HR Ahmad).
Syarat-syarat haji
Haji Sulaeman Rasyid, dalam bukunya berjudul Fikih Islam terbitan Attahiriyah Jakarta menjelaskan syarat-syarat wajib haji adalah:
1. Islam, tidak wajib bahkan tak sah haji jika orang itu kafir.
2. Berakal, artinya tidak wajib haji atas orang gila dan orang bodoh.
3. Balig, artinya sampai umur lima belas tahun atau balig, dengan tanda-tanda lain, tidak wajib haji atau kanak-kanak.
4. Merdeka, atau tidak wajib haji atas orang yang tidak kuasa. Kuasa mengandung dua pengertian.
Pertama, kuasa mengerjakan haji dengan sendirinya, dengan beberapa syarat mempunyai bekal, ada kendaraan yang pantas dengan keadannya, aman sentosa perjalanan, untuk kaum perempuan hendaknya dia didampingi dengan muhrimnya.
Kedua, kuasa mengerjakan haji yang bukan dikerjakan oleh yang bersangkutan, tetapi dengan jalan mengganti dengan orang lain. Bagi orang lemah yang tidak kuat mengerjakan haji-karena sudah tua, atau karena penyakit menjadi lemah tidak berdaya atau dengan sebab lain-lain-kalau ia mampu membayar ongkos yang biasa berlaku diwaktu itu kepada orang yang akan untuk mengerjakan hajinya, maka ia wajib haji. Mengapa? Sebab, ia terhitung orang kuasa dengan jalan mengongkosi orang.
Ibnu Abbas menuturkan, Rasulullah SWA bersabda bahwa seorang perempuan dari Kabilah Khasy'am, telah bertanya, ''Sesungguhnya bapak saya telah mendapat kewajiban haji, sedang ia sudah tua, tidak dapat tetap di atas untanya.'' Jawab Rasulullah: ''Hendaklah engkau kerjakan hajinya.''
(riwayat Jama'ah Ahli Hadis)