REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Lebih dari 1,3 juta jamaah haji dari seluruh dunia akan mendatangi Arab Saudi. Negara Asia Selatan mengirimkan kontingen haji terbesar yakni 410.000 jamaah haji. Disusul, negara-negara Arab 250.000.
Asia Tenggara berada ditempat ketiga dengan jumlah kontingen 228.000 jamaah. Indonesia menjadi negara penyumbang terbesar dengan 210.000 jamaah. Sementara Turki dan negara-negara Eropa mengirimkan 190.000 jamaah.
Anggota Komite Umrah dan Haji Nasional, Saad Al-Qurashi mengatakan sekitar 150.000 jamaah dalam negeri termasuk ekspatriat akan melaksanakan haji tahun ini. "Sekitar 41.000 diantaranya mendapatkan bantuan dari pemerintah Saudi," ucap dia seperti dilansir Arabnews.com, Selasa (26/8).
Saat ini, persiapan terus dilakukan. Ini termasuk, mempersiapkan petugas keamanan. Pemerintah Saudi menjamin kenyamanan jamaah selama melaksanakan ibadah haji.
Kementerian Haji, membantah laporan bahwa pemerintah akan mengambil bantuan dari perusahaan keamanan asing untuk mengelola ibadah haji tahunan, pertemuan terbesar Muslim di dunia.
"Ini hanya rumor. Tidak perlu untuk mengambil bantuan dari perusahaan keamanan asing seperti dilansir beberapa media, "kata sumber Kementerian Dalam Negeri.
Seorang pejabat Kementerian Haji menekankan bahwa Kerajaan akan mempekerjakan hanya perusahaan Saudi untuk mengelola urusan haji. "Semua perusahaan kita berurusan dengan selama musim haji adalah 100 persen Saudi," kata Hatim Qadi, wakil menteri haji, menambahkan bahwa perusahaan yang menyediakan layanan keamanan dilisensikan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Beberapa laporan media asing menyatakan bahwa Kementerian Haji berencana untuk menunjuk sebuah perusahaan yang bekerja sama dengan Israel untuk menyediakan beberapa layanan.
"Laporan itu merujuk pada Al-Majal, yang merupakan perusahaan Saudi dilisensi oleh Departemen Perdagangan Saudi 33 tahun lalu," tulis sebuah harian berbahasa Arab.
Pakar Media, Mohammed Al-Othaim menilai laporan-laporan palsu seperti itu ditujukan untuk menodai citra Kerajaan dan menciptakan kebingungan di antara peziarah. "Mereka menyebarkan informasi palsu ini melalui media sosial termasuk Facebook dan Twitter menggunakan nama palsu," jelasnya.