REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH - Banyaknya pembangunan hotel dan munculnya dua penyakit MERS-CoV dan Ebola turut mempengaruhi turunnya biaya pemondokan jamaah haji Indonesia di Makkah.
"Munculnya isu penyakit MERS dan Ebola mengakibatkan jamaah haji dari Maroko, Irak, dan negara Arifka lainnya sampai sekarang belum memastikan pengiriman hajinya," kata Kepala Daerah Kerja (Daker) Makkah Endang Jumali menjawab pertanyaan Komite III DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI saat melakukan kunjungan kerja (kunker) ke kantor Urusan Haji Indonesia Daker Makkah, Kamis (4/9).
Komite DPD RI yang melakukan kunker adalah Ketua Komite III DPD RI, Elviana, didampingi enam anggota Komite III (Abdul Aziz Qahar Mudzakkar, Prof DR Darmayanti Lubis, Emma Yohana, Aidil Fitri Syah, Hafidh Asrom, dan KH Muslihuddin Abdurrasyid).
Dalam kunker ini banyak pertanyaan dari Komite III DPD RI yang berkaitan dengan pemondokan bagi jamaah haji. Salah satu aspek yang banyak dipertanyakan adalah bagaimana biaya pemondokan haji bisa ditekan. Walaupun biaya pemondokan jamaah haji di Makkah dan Madinah bisa menghemat sampai sekitar Rp 145 miliar, tetapi justru kualitas pemondokan meningkat.
Sebagaimana yang telah diketahui, pemondokan jamaah haji di Makkah mayoritas merupakan hotel setara bintang tiga. Sedangkan sebagian merupakan apartemen plus atau suite. Tidak ada lagi bangunan tua, walaupun konsekuensinya, jarak terdekat pemondokan 1.000 meter dan jarak terjauh sekitar 3.900 meter dari Masjidil Haram.
Menurut dia, tahun ini terdapat pola yang berbeda dalam mekanisme pra-kontrak perumahan. Bila pada tahun sebelumnya hanya ada tim perumahan, tahun ini juga terdapat tim penyiapan dan tim negosiasi. Tim penyiapan dan negosiasi inilah yang mampu bekerja dengan baik.
Di samping itu, lanjut dia, ada faktor eksternal yang membuat harga sewa pemondokan "turun harga" yakni banyak pembangunan hotel baru. Dalam kondisi inilah harga pasar mulai melemah.
"Pembangunan hotel dan gedung baru bertambah, tetapi kuota berkurang. Sehingga terjadi suasana psikis dari pemilik hotel khawatir hotelnya tidak laku," jelas Endang.
Tim negosiasi tidak pernah ikut campur dalam menilai atau membuat harga pokok penawaran. Mereka hanya menerima perintah dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk melakukan negosiasi guna mencapai harga terendah, namun dengan kualitas pelayanan yang baik.
Pembangunan hotel dan gedung baru bertambah, namun kuota berkurang. Sehingga terjadi suasana psikis, jangan-jangan hotel saya tidak laku. Pembangunan hotel dan gedung baru bertambah, namun kuota berkurang. Sehingga terjadi suasana psikis, jangan-jangan hotel saya tidak laku," jelas Endang.