REPUBLIKA.CO.ID, Diriwayatkan sebuah kisah tentang sumur Zamzam di dalam Shahih Al-Bukhari, Kitab Ahadits Al-Anbiya’, “Setibanya Nabi Ibrahim AS di Makkah bersama Hajar dan putra mereka, Ismail, dia meninggalkan mereka berdua tanpa siapa pun. Saat itu, Hajar hanya membawa sebuah kantong kecil yang terbuat dari kulit berisi air, sehingga tidak heran kalau isinya cepat habis.
Setelah pamit, Ibrahim segera pergi tanpa menoleh ke arah Hajar yang berkali-kali mencoba memanggilnya. Sebelumnya, Ibrahim telah memberi tahu istrinya bahwa dia melakukan hal tersebut demi melaksanakan perintah Allah. Hajar pun bisa menerimanya dan merasa senang.
Ibrahim terus berlalu hingga jarak memisahkan mereka. Ketika merasa bahwa mereka sudah tidak dapat melihatnya lagi, Ibrahim lalu memanjatkan doa, “Ya Rabb, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37).
Setelah persediaan air habis, sang bayi mulai menangis. Tidak tega mendengar tangisan bayinya. Hajar lantas menyumbat telinganya. Dia segera pergi mencari air. Mula-mula dia mendaki Bukit Shafa kemudian turun menuju Bukit Marwa. Dia bolak-balik melakukan perjalanan antara Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali seperti ritual sa’i yang disyariatkan sesudahnya.
Sesampai di Bukit Marwa pada kali terakhir, tiba-tiba dia mendengar suara yang berujar, “Tolonglah jika ada kebaikan pada dirimu.”
Ternyata pemilik suara itu adalah Malaikat Jibril. Jibril pun menghentakkan tumitnya di lokasi tempat sumur Zamzam sekarang berada. Seketika, air memancar dari perut bumi.
Dengan sigap, Hajar menumpukkan pasir di sekelilingnya untuk menjaga aliran air sambil berteriak, “Zammazamma, zammazamma!” Yang dalam bahasa Suryani artinya ‘berkumpullah’.
Berkenaan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati ibu Ismail. Seandainya dia membiarkan air itu ada, pasti akan menjadi mata air yang mengalir.”
Artinya, bahwa air akan muncul ke permukaan dan bukan di bawah tanah seperti sekarang. (Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth)