Selasa 09 Sep 2014 09:25 WIB

Daud, Sang Penakluk Askar Bandara (1)

Jamaah haji memadati Bandara King Abdul Aziz di Jeddah
Jamaah haji memadati Bandara King Abdul Aziz di Jeddah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zaky Al Hamzah

Keangkeran askar-askar atau petugas keamanan di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Arab Saudi, sudah jadi perbincangan setiap jamaah haji atau calon haji yang hendak mendarat di bandara ini.

Sama dengan petugas askar di Bandara Madinah, kompleks Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, askar setempat selalu dipersonifikasikan sebagai petugas yang garang namun tegas.

Tidak ada kompromi kepada para jamah calon haji maupun warga mukimin (orang Indonesia yang menetap di Arab Saudi).

Penilaian terhadap mereka lebih banyak bernada keras, tanpa kompromi dan sejenisnya. Penilaian serupa juga terjadi pada sosok-sosok askar di kompleks Bandara Jeddah.

Namun, sekeras-kerasnya sikap manusia, entah karena karakter asli, perintah atasan atau faktor lain --ada yang bilang faktor keluarga--, sosok askar pun bisa diluluhkan.

Nah, bicara soal luluh meluluhkan hati askar ini, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia Tahun 2014 memiliki sosok penakluk hati para askar bandara.

Sosok ini adalah Daud Abdul Rahman Malawat. Dalam tujuh tahun terakhir, sosok ini menjadi andalan bagi para petugas PPIH ketika ada kasus penyitaan paspor milik jamaah calon haji asal Indonesia.

Siapa dia? Daud lahir di Jeddah, Arab Saudi pada 10 Desember 1981. Anak keempat dari sepuluh saudara dari (alm) Abdurrahman Abduwahid dan Arfiah Husein Malawat. Kedua orang tua Daud berasal dari Indonesia.

Lama merantau ke Jeddah sebagai karyawan di salah satu perusahaan katering di Makkah untuk jamaah haji. Paman Daud pun masih tinggal di Indonesia.

Sejak lahir, remaja dan pemuda, Daud mengenyam pendidikan di Arab Saudi. Pertemanannya adalah warga sekitar. "Teman-teman saya adalah warga Arab, jadi saya sangat mengerti karakter budaya mereka," katanya kepada saya.

Ketika lulus sekolah setingkat SMA, Daud memutuskan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta pada 2001. Meski ke Indonesia, Daud sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia. Sehingga, ada kejadian yang membuat Daud menangis dan memutuskan kembali ke Arab Saudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement