REPUBLIKA.CO.ID,
Nenek Samsiyah menjamin rasa berbagai menu maknyus yang disuguhkan, mulai dari rawon, empal, sayur asam, pepes ikan, dan lain sebagainya. Tak lupa, buah-buahan, seperti jeruk dan pisang, juga disertakan untuk memenuhi asupan vitamin para calhaj.
Selama kurang lebih sebulan musim haji, nenek Samiyah dan rekan-rekannya praktis hanya tidur beberapa jam saja. “Kami biasanya mulai persiapan pukul 11.00 (malam), motong-motong sayur, setengah tiga (pagi) baru masak,” ujar perempuan berkerudung itu.
Menurut dia, proses memasak baru selesai sekitar pukul 04.30. Setelah makanan disajikan di ruang makan calhaj, pukul 05.00, para ibu dapur beristirahat. “Pukul 05.00 kami istirahat, shalat subuh sampai pukul 06.00, terus kerja lagi sampai pukul 12.00,” tutur dia melanjutkan.
Tengah hari, Samsiyah dan teman-temannya kembali mendapatkan waktu istirahat satu jam, sebelum bekerja kembali hingga pukul 17.00. Untuk Samsiyah dan ibu-ibu lainnya, panitia menyiapkan beberapa ruangan untuk beristirahat, tak jauh dari dapur.
Menurut Samiyah, ibu-ibu yang bekerja bersama dia datang dari sejumlah daerah. Dia sendiri berasal dari Nganjuk, satu kabupaten di sebelah barat Kota Surabaya. Ibu-ibu lain, kata Samsiyah, ada yang berasal dari Sidoarjo, Surabaya, dan sejumlah daerah lainnya.
Setiap musim Haji, Samsiyah dan para ibu tersebut akan mendaftarkan diri sebagai juru masak. Di luar bulan-bulan biasa, nenek Samiyah sendiri rupanya tidak menganggur. Samsiyah bercerita, dia memiliki usaha catering kecil-kecilan dibantu anaknya.
Ditanya, soal penghasilan, Nenek Samsiyah hanya menyungging senyum. “Sejauh ini masih cukup,” ujar dia sambil melirik petugas Humas Asrama yang menemani Republika.
Nenek Samsiyah lanjut bercerita, sepuluh tahun lalu, suaminya meninggal. Kini dia hidup ditemani satu anaknya dan beberapa orang cucu. Untuk membantu cucunya, nenek Samiyah masih bersemangat mencari uang.