Selasa 16 Sep 2014 11:12 WIB

Prof Dadang Kahmad, Spiritualitas Ibadah Haji (2)

Prof H Dadang Kahmad.
Foto: Republika/Yogi Ardhi/ca
Prof H Dadang Kahmad.

Oleh: Heri Ruslan

Saat ditanya apa kesan pertama kali saat melihat Ka'bah, Dadang mengungkapkan, saat melihat Baitullah untuk pertama kali perasaannya tak menentu.

"Ada rasa haru, kagum, dan bahagia, sehingga tak terasa saat berdiri badan terasa gemetar dan menangis,” papar direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, itu.

Ia  juga mendapat pengalaman spiritual yang luar biasa saat berziarah ke makam Rasulullah SAW. Dadang merasa sosok manusia yang paling mulia di seantero jagat itu seakan masih hidup. "Sambil memanjatkan shalawat, ada rasa haru dan rindu ingin bertemu beliau,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Dua puluh tahun kemudian, Dadang kembali menunaikan ibadah haji bersama sang istri. Menurut dia, kondisi Tanah Suci sudah berbeda. Ia mengaku tak bisa lagi mencium Hajar Aswad setiap kali tawaf, seperti pada saat pertama kali berhaji.

Saat berhaji untuk kedua kali, Dadang bersama istri menempati pemondokan yang berjarak dua kilometer dari Masjidil Haram. Kami setiap pergi ke Masjidil Haram, ia harus berjalan kaki.

"Sewaktu kami berjalan, sering orang berkendaraan mengajak kami untuk ikut mereka. Bukan hanya itu, sering kali ada orang yang memberi kami makanan," katanya.  Ia menilai pengalamannya itu sebagai sebuah kenikmatan dan anugerah dari Allah SWT.

Sepuluh tahun kemudian, Dadang kembali mendapat kesempatan untuk menunaikan ibadah haji. Sebelum berangkat, ia sudah membulatkan tekad, selama di Madinah, ingin belajar membaca Alquran langsung dari ulama Masjid Nabawi. Dan, ketika pertama kali masuk Masjid Nabawi, ia tiba-tiba tertarik kepada sekumpulan orang yang mengelilingi seseorang.

"Ketika saya mendekat, saya disuruhnya duduk dengan mereka dan dipersilakan membaca Alquran. Alhamdulillah, bacaan saya dianggap baik dan didoakan agar diberkahi Allah. Saya merasa gembira. Dan sepulang ke Tanah Air, semangat membaca Alquran jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya,” ujar pria kelahiran Garut, 5 Oktober 1952, itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement