Selasa 16 Sep 2014 15:22 WIB

Mabrur Berhaji dengan Komik Haji (2)

Komik haji karya A Luqman.
Foto: Republika/Tahta Aidilla/ca
Komik haji karya A Luqman.

Oleh: Zaky Al Hamzah     

Meski bertema tentang haji dan disusun dalam komik, Luqman mengaku, menyusun komik ini dalam waktu satu tahun dan dikerjakan sekitar tiga bulan.

Sebelum dicetak kali pertama pada November 2000, Luqman melakukan riset selama satu tahun. Buku-buku tentang haji, sejarah Kota Makkah, Madinah, dan Jeddah serta sejumlah referensi lain yang berkaitan dengan haji dilahap secara rinci.

Untuk menambah bobot isi komik ini, Luqman mewawancarai dan diskusi intensif dengan Mustafa Helmy dan Hardoyo Rajiyo Wiryono. Dan, karena berkaitan dengan ibadah haji dan umrah, buku panduan haji penuh gambar ini diperiksa oleh Ahmad Kartono, saat itu masih menjabat direktur Pembinaan Haji dan Umrah Kemenag RI.

Obrolan kami pun berlanjut. Obrolan antarsesama penulis buku. Dia membenarkan posisi duduknya sedangkan saya tetap berdiri. Mantan wartawan Majalah Tempo ini mengaku, menyusun buku ini karena dorongan pribadi yang melihat sejumlah jamaah haji  harus memamahi buku bimbingan haji dengan halaman sangat banyak.

Dia merasa kasihan kalau semua jamaah haji, terutama jamaah haji berusia tua harus membaca semua materi buku bimbingan dengan halaman tebal. Jangankan jamaah usia lanjut, jamaah yang masih muda dan membaca tanpa kacamata plus pun kadang kala masih kesulitan memahami istilah-istilah ibadah haji yang masih membingungkan. Misalkan, istilah ihram, miqat, tawaf, sa'i, tahalul, jumrah, wukuf, bayar dam, dan istilah lainnya.

Ditambah pula tata cara pelaksanaan haji yang terbilang ketat. Apalagi, sejumlah buku tentang haji, seperti manasik haji, bimbingan haji atau pengalaman saat berhaji, sudah banyak ditulis orang. Buku-buku tersebut mudah ditemukan di rak-rak toko buku.

Tapi, toh tetap masih saja ada masalah-masalah praktis, baik yang ritual maupun dalam menjalani kehidupan sehari-hari di negeri Arab itu, yang kurang dipahami jamaah. Dari masalah bahasa Arab, budaya, belum banyaknya jamaah calon haji yang naik pesawat, hingga jamaah calon haji harus membiasakan diri dengan cuaca ekstrem di Arab Saudi.

''Jamaah (calon) haji kan banyak yang dari daerah, tak semua bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Apalagi, banyak dari mereka belum tentu pernah naik pesawat," tutur lulusan Jurusan Arsitektur UGM ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement