Rabu 24 Sep 2014 16:00 WIB

Ini Pertimbangan 150 Dokter Komit tak Berhaji

Tim dokter haji Indonesia sedang merawat jamaah yang sakit.
Foto: Heri Ruslan/Republika
Tim dokter haji Indonesia sedang merawat jamaah yang sakit.

Oleh: Zaky Al Hamzah, Jeddah, Arab Saudi

 

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes yang juga Kepala Bidang Kesehatan Haji Indonesia (BPHI)  Dokter Fidiansjah menyatakan komitmen tak berhaji saat melayani jamaah meski sudah di Armina merupakan hal penting. Sebab, dia memiliki pengalaman tak mengenakan di tahun lalu, yakni ketika bertugas, dia mencari supir mobil ambulans. Supir tak ada karena menjalankan ibadah haji.

"Gimana saya bisa bertugas, masa saya yang menyupiri, kan sedang melayani jamaah. Tidak ada supir, tidak bergerak (beroperasi mengobati jamaah haji)," kata dia, Rabu (24/9).

Menurut dia, ide meminta komitmen dokter Indonesia yang berkenan tak berhaji saat di Armina muncul saat dia melihat sejumlah dokter di RS King Fahd atau RS di Makkah yang tetap bertugas mengenakan pakaian dokter dan tak berhaji di Arafah, meski memasuki waktu Wukuf. Dokter-dokter di RS ini tetap bekerja melayani jamaah yang sakit.

"Pasti, dokter dan paramedis di RS itu kan tidak berhaji. Nah, itu yang kita contoh," paparnya.

Inspirasi lain yang mendasari gagasan di atas karena jumlah jamaah haji kategori risiko tinggi (risti) semakin bertambah. Jumlah jamaah haji Indonesia tahun ini saja diperkirakan mencapai 50-60 persen dari total 168 ribu jamaah.

Misalnya, jika jamaah haji tahun ini berusia 80 tahun, kemudian mengantre 20 tahun untuk berhaji dan dipercepat keberangkatannya, maka BPHI harus menyiapkan sejumlah dokter yang siaga merawatnya saat jamaah di Armina.

Tentu, kata Fidiansjah, tak mungkin dokter-dokter ini masih mengenakan baju ihram saat merawat jamaah-jamaah risti atau usia lanjut. "Saat pakai kain ihram, tentu pergerakan merawat jamaah akan terganggu," tutur dia.

"Maka itu, di saat jumlah jamaah risti semakin bertambah tiap tahun, kita juga harus mempersiapkan diri," tambahnya. Langkah-langkah tersebut diakui Fidiansjah sebagai upaya menekan jumlah jamaah haji, terutama jamaah risti, meninggal dunia pascawukuf di Armina.

Berdasarkan penngalaman tahun sebelumnya, BPHI melaporkan jumlah jamaah haji Indonesia yang wafat pascawukuf meningkat drastis, sehari bisa 10-15 orang jamaah. Selain kelelahan karena menjalani proses ibadah dari Wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, jamaah yang sakit atau risti kadang terlambat ditangani saat membutuhkan bantuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement