REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang juga Amirul Hajj (Ketua Misi Haji Indonesia) sangat memperhatikan wacana agar jamaah haji Indonesia mendapat makan selama di Makkah.
"Selama ini jamaah hanya mendapat makan di Madinah dan di Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Sementara di Makkah belum," kata Lukman Hakim di sela meninjau pemondokan haji Indonesia di Makkah, Sabtu (27/9).
Lukman Hakim mengatakan ia mendengar aspirasi agar di Makkah juga disediakan makan. "Namun persoalannya tidak sederhana," kata Menag. Ia mengatakan jamaah cukup lama tinggal di Makkah yakni mencapai 22 hari. Sementara itu di Madinah sekitar delapan hari dan di Armina sekitar lima hari.
Selain itu perlu juga dipikirkan mengenai menu, dan pembiayaannya. Lukman Hakim mengingatkan bahwa jumlah jamaah haji Indonesia cukup besar yakni 155.200 jamaah haji reguler tahun ini. "Tapi aspirasi perlu didengar," katanya.
Sebelumnya Komisi Pengawasan Haji Indonesia (KPHI) mengusulkan agar jamaah haji Indonesia selama tinggal di Makkah juga mendapat makan karena saat ini banyak penginapan yang tidak didukung tempat penjualan makanan yang terjangkau.
Ketua KPHI Slamet Effendy Yusuf, mengatakan saat ini penginapan jamaah haji Indonesia jauh dari Masjidil Haram dan ada pula yang akan menyendiri. Hal ini menyebabkan jamaah haji kesulitan mendapatkan makanan sehari-hari karena jarang ditemui warung makan.
Jikapun ada kafetaria di tempat penginapan maka harga makanannya cukup mahal.
Sementara itu jamaah calon haji yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) satu asal Embarkasi Banda Aceh, Provinsi Aceh, juga dilaporkan kesulitan mendapatkan makanan di Mekkah.
"Laporan petugas dari Mekkah, jamaah calon haji dari kloter satu kesulitan mendapatkan makanan," kata H Akhyar, Humas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Banda Aceh, di Banda Aceh, Kamis (25/9)
Menurut H Akhyar, jamaah calon haji kloter satu kesulitan makanan karena tidak ada penjual makanan di sekitar maktab yang mereka tempati. Apalagi, maktab mereka jauh dari Masjidil Haram. "Sebelumnya banyak pedagang makanan asal Indonesia berjualan di pinggir jalan di sekitar maktab atau penginapan jamaah calon haji kloter satu. Namun, karena adanya penertiban, pedagang makanan tersebut tidak berjualan lagi," katanya.