Kamis 02 Oct 2014 10:09 WIB

Multazam

Sejumlah umat Islam berdoa di Multazam, Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: ANTARA/Prasetyo Utomo/ca
Sejumlah umat Islam berdoa di Multazam, Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

Diasuh oleh: Ustaz HM Rizal Fadillah

Assalamualaikum wr wb.

Ustaz, banyak jamaah berebut untuk berdoa di Multazam. Apa sebenarnya keutamaan Multazam itu? Bagaimana tata cara berdoa yang baik supaya doa kita bisa dikabulkan?

 

Zamzami - Depok

Waalaikumussalam wr wb.

Multazam adalah area antara Hajar Aswad dengan pintu Ka’bah. Tempat ini diyakini sebagai salah satu dari beberapa maqam ijabah yang ada di sekitar Baitullah, tempat yang makbul untuk berdoa. Asal katanya adalah iltizamuhu yang berarti merapatkannya. Rasulullah SAW merapatkan badannya di dinding Ka’bah antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah ini.

Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya berkata, “Saya tawaf bersama Abdullah ketika sampai di belakang Ka’bah, saya berkata, 'Apakah kita tidak berlindung?' Abdullah berkata 'Kita berlindung kepada Allah dari Neraka.' Ketika telah lewat saya menyentuh hajar dan berdiri diantara rukun (Hajar Aswad) dan pintu (Ka’bah) maka (Beliau) menaruh dada, wajah, lengan, dan kedua tangannya begini dan membentangkan lebar keduanya. Kemudian, berkata 'Beginilah saya melihat Rasulullah SAW melakukannya.'" (HR Abu Dawud, Ibnu Majah).

Jika tidak bisa menempel seperti itu, berdoa di Multazam cukup berdiri dibelakangnya saja. Lagi pula, berdoa di tempat ini tidak merupakan bagian dari manasik haji maupun umrah, karenanya tidak perlu memaksakan diri, apalagi sampai “bertarung” mendapatkannya.

Esensi dari semua itu adalah doa karena memang sekitar Ka’bah banyak tempat untuk berdoa, apakah itu di belakang Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, ataupun Multazam. Di sudut manapun dari Baitullah, insya Allah mustajab, asal berdoa dengan benar dan khusyuk.

Tentang kabulnya doa itu tetap menjadi otoritas penuh Allah SWT karena Allah SWT yang paling mengetahui hal-hal yang baik bagi hamba-hamba-Nya. Kita hanya berikhtiar maksimal untuk memenuhi apa yang baik dalam memanjatkan doa tersebut, antara lain:

Pertama, memulai dengan bismillah, lalu memuji Allah. “Maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (an-Nashr 3). Memulai dengan mengembalikan kekuasaan dan kebwsaran pada Allah SWT.

Kedua, bershalawat dan salam kepada Nabi karena di samping hal ini adalah perintah Allah dalam Alquran juga apa yang diriwayatkan sahabat dari Anas bin Malik, “Tidaklah seseorang berdoa kecuali antara dia dan langit ada hijab, sampai dia bershalawat kepada Nabi”.

Ketiga, menyebut nama-Nya, asmaul husna, dengan lembut dan santun karena dengan mengenal nama dan sifat-Nya (asma wa shifah) kita akan mengenal dan merasa dekat dengan Zat yang akan kita seru. Hanya kedekatan yang membuka peluang makbul “Dan Allah memiliki asmaul husna maka berdoalah dengan menyebut asmaa-ul husna itu.” (QS al-A’raaf 180).

Keempat, menyampaikan apa yang diinginkan dengan penuh harap baik dengan doa yang ada dalam Al quran, hadis, maupun formulasi sendiri, misalnya, “Allahummakfinii bihalaalika an haraamika, wa aghninii bifadhlika ‘amman siwaaka.” (Ya Allah berilah saya rezeki yang halal, bukan yang haram. Dan kekayaaan (rezeki yang melimpah) yang Engkau ridhai bukan yang Engkau murkai)—HR Turmudzi.

Kelima, berprasangka baik terhadap Allah bahwa Allah akan mengabulkan doa-doa kita. Tentu jika kita ingin didengar dan dikabul doa maka kita selalu berupaya untuk mendekat melalui amal-amal saleh yang kita kerjakan sehari-hari. Menjauhi perbuatan buruk yang dapat mengganggu kabulnya doa tersebut.

Jamaah haji bukan saja berdoa khusyuk selama di Tanah Suci, tapi juga sekembalinya ke Tanah air, karena bukti kemabruran haji adalah semakin banyak kebaikan yang dikerjakan setelahnya termasuk peningkatan dalam kuantitas dan kualitas doa.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement