Kamis 02 Oct 2014 17:02 WIB

Bahagia Bisa Shalat Berjamaah di Masjidil Haram (1)

Kabah, Masjidil Haram, Makkah.
Foto: AP
Kabah, Masjidil Haram, Makkah.

Oleh: Zaky Al Hamzah, Makkah, Arab Saudi

 

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Beberapa jam setelah tiba di Kota Makkah, Senin (29/9) sore waktu arab saudi (WAS), saya langsung berniat shalat Isya berjamaah di Masjidil Haram. Semula, saya ingin shalat Maghrib berjamaah. Namun mengingat keterbatasan waktu ketika menaruh tas di dalam hotel, maka realistisnya hanya bisa Shalat Isya berjamaah.

Saya kemudian diantar supir Media Center Haji (MCH) Madinah, Lukmanul Hakim Yakub. Pada saat itu, sejumlah ruas jalan menuju Masjidil Haram sudah diblokir, seperti di area bawah flyover Jalan King Abdul Aziz yang mengarah ke Masjidil Haram.

Lukman mencari jalan lain menuju Masjidil Haram. Ketika mendekati mulut pintu Terowongan Aziziah arah Masjidil Haram, sekitar 20-25 askar tampak berjaga-jaga. "Mas, kalau beruntung, sampean (Anda) bisa diloloskan masuk terowongan ke Masjidil Haram," katanya, kepada saya, sebelum melewati pos pemeriksaan di depan kami. Saya lantas berdoa. Namun, beberapa menit kemudian, mobil yang kami tumpangi dihentikan petugas keamanan --biasa disebut askar. Salah satu askar meminta agar mobil kami memutar balik.

Lukman berucap dalam bahasa Arab yang artinya: "Saya mengantar jamaah haji, bolehlah..." Petugas atau askar di sisi kiri mobil itu tak menggubris dan meminta mobil tetap diputar belik. "Braak..." Petugas di sisi kanan mobil tanpa bicara apapun memukul kaca pintu mobil. Saya kaget. Lukman lantas memutar balikkan mobil Van Hiace. Saya tak beruntung. Sekaligus sadar diri, karena saya sedang tak mengenakan kain ihram. Hanya baju koko warna coklat dan kopyah putih. Petugas askar hanya membolehkan kendaraan taksi yang mengantarkan penumpang dengan kain ihram. Mungkin petugas menganggap penumpang tersebut akan melaksanakan umrah.

Saya pun turun di belokan putar balik. Lukman berpesan agar saya melewati jalan Terowongan Aziziah sisi kanan. Saya ikuti anjurannya dan berjalan kaki melewati terowongan itu yang berjarak 1.500 meter. Saat memasuki terowongan tersebut, saya takjub, meski ini termasuk kategori terowongan biasa dibandingkan Terowongan Muaisin di Mina.

Terowongan Aziziah berdiameter sekitar 15 meter. Saya melangkah agak cepat agar tak ketinggalan Shalat Isya berjamaah. Jarak 1.500 meter saya habiskan dalam waktu sekitar 18-20 menit. Di saat bersamaan, ratusan jamaah calon haji atau haji berjalan dari Masjidil Haram menuju pemondokan di kawasan Aziziah. Di antara para pejalan ini ada jamaah haji Indonesia, sesekali saya menyapa mereka. 

Setelah keluar dari terowongan, saya langsung menuju Masjidil Haram, terlebih dahulu melewati Terminal Mahbas Jin. Puluhan askar terlihat berjaga dan memonitor arus keluar masuk jamaah haji ke Masjidil Haram sejak dari Mahbas Jin. Meski penjagaan tidak terlalu ketat. Setelah tiba di dekat pintu masuk Sai, belasan askar berjaga dan melarang jamaah yang hendak Shalat Isya untuk masuk Masjidil Haram.

Ribuan jamaah sudah duduk rapi di pelataran Masjidi Haram dekat pintu luar area Sai ada dua pelataran yang dibatasi barikade dari plastik. Area dalam pelataran masih berlantai marmer. Sedangkan area luar barikade hanya bersemen biasa. Maklum, karena pembangunan perluasan Masjidil Haram masih berlangsung.

Saat saya mendekati pintu masuk ke arah Sai, beberapa jamaah memohon askar agar dibolehkan masuk, namun tetap saja dihalangi. Saya tak berhenti mencari pintu masuk Masjidil Haram. Saya sempat masuk pintu yang mengarah ke eskalator untuk naik ke lokasi Sai. Hanya jalur naik yang dibuka, jalur turun ditutup.

Padahal, untuk menuju area dalam Masjidil Haram yang dekat Ka'bah harus melalui jalur turun. Tak patah arang, saya berpindah ke arah pintu Ibrahim. Setali tiga uang. Terdapat enam atau tujuh askar yang berjaga-jaga menutup pintu dengan barikade berbahan plastik. Jamaah perempuan terlihat memohon agar bisa diizinkan masuk ke dalam Masjidil Haram.

Saya terus berusaha dan berpindah ke Babussalam Jahid. Di pintu ini sama saja. Namun, saat saya hendak pergi, saya sempat melihat seorang bapak yang mengenakan ihram diizinkan masuk oleh askar bertopi. "Umrah? Umrah? Udhul, tafadhal.." tutur askar tersebut kepada pria tadi. Subhanallah. Pria tadi sempat saya perhatikan tak memohon untuk diizinkan masuk, hanya terdiam. Mungkin doanya mustajab.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement