Selasa 07 Oct 2014 02:08 WIB

Mabit, Dua Jam dan 78 Jamaah Tersesat (1)

   Jutaan jamaah haji mabit (bermalam) di pelataran area lempar jumrah di Mina, Ahad (5/10) dini hari. (Republika/Zaky Al Hamzah)
Jutaan jamaah haji mabit (bermalam) di pelataran area lempar jumrah di Mina, Ahad (5/10) dini hari. (Republika/Zaky Al Hamzah)

Oleh: Zaky Al Hamzah, Makkah, Arab Saudi

REPUBLIKA.CO.ID, MINA -- Saat turun di eskalator gedung lempar jumrah (Jamarat) nomor 10 atau sisi barat, saya diteriaki rombongan jamaah haji. "Mas, kami tersesat, tolong, beritahu kemana arah pulang terowongan Muasim menuju maktab," ujar seorang ibu dari Piedi, Aceh.

Mereka mengenali saya dari rompi warna hitum bertuliskan Petugas Haji Indonesia. Meski bertugas sebagai Tim Media Center Haji (MCH), jamaah haji menganggap semua petugas mengetahui seluruh titik-titik jalur pulang atau pergi di sekitar Mina. Saat itu, ada 15 jamaah haji mengerubungi saya dan dikenalkan ketua rombongannya, yakni Mochammad Mawardi. 

Kata Mawardi, mereka tersesat untuk kembali ke pemondokan dan sudah hampir tiga jam mencari jalan atau jalur yang mengarah ke pintu masuk terowongan Muasim. Mereka sudah bertanya ke petugas keamanan atau askar area Jamarat berpakaian loreng hitam hijau gelap, namun tak ada satupun askar yang memahami bahasa rombongan jamaah haji asal Aceh ini. Makanya, mereka beriniastif berhenti di pintu keluar eskalator nomor 10 dan berharap ada orang Indonesia atau petugas yang bisa membantu.
Kepada rombongan jamaah ini, saya jelaskan kalau saya baru mempelajari titik-titik penting di area Mina sejak pukul 21.40 waktu arab saudi (WAS), ketika memastikan teman-teman wartawan MCH sudah tidur saat mabit (bermalam) di Mina. Saya tinggalkan teman-teman untuk mengelilingi sebagian area Mina. Sekitar pukul 23.00 WAS, saya menemui rombongan jamaah haji ini.
Beruntung, saya ditemui mereka, saya sudah mengetahui jalur alternatif yang menuju ke pintu Terowongan Muasim. Akhirnya, malam itu, saya mengantarkan rombongan jamaah ini yang menuju lokasi lempar tiga jumrah sekitar pukul 14.00 WAS. Mereka berjalan persis mengikuti saya di belakang. Kami melewati lautan manusia yang sedang mabit, sambil menggelar tikar, kardus, terpal, karpet maupun kasur lipat tipis.
Banyaknya jamaah haji yang sedang mabit membuat kami harus berjalan hati-hati. Beberapa kali, saya pastikan rombongan masih lengkap. Nah, di saat sedang melaju di persimpangan antara ke jalur alternatif dengan jalur lempar jumrah di lantai satu, saya terdorong jamaah lain sehingga langkah saya mengarah ke jalur lempar jumrah di lantai satu. Jalur ini bersisihan dengan jalur jamaah haji yang melempar jumrah melewati lantai tiga dan harus naik enam eskalator yang mengarah ke lantai tiga. Lokasi jamarat di lantai tiga ini dikhususkan untuk jamaah haji asal Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Semula, saya berharap ada jalan tembus antara jalur yang mengarah ke jamarat lantai satu dengan lantai tiga. Kami sempat berjalan sekitar 150 meter, dan sesekali mencari jalan pintas ke jalur jamarat lantai tiga. Namun, hasilnya nihil. "Maaf, ya ibu-bapak, ternyata tak ada jakur tembus. Ibu-ibu yang tua dan kelelahan, harap tunggu disini saja, saya antar Pak Mawardi menuju jalur alternatifnya," kata saya kepada mereka. Mereka akhirnya istirahat dan sempat saya tinggalkan dua botol minum, karena tak semua jamaah memegang botol minuman. Dari titik rombongan ini, arah menuju jalur alternatif ke Terowongan Muasim melewati dua pertigaan.
Saya kemudian didampingi Mawardi dan Kamaluddin, jamaah haji satu rombongan Aceh ini. Setelah melewati pertigaan pertama, kami ditemui 48 jamaah haji asal Soreang, Jawa Barat. Jajang, salah satu jamaah haji rombongan ini, mengaku sudah berulang kali mencari jalur menuju pintu Terowongan Muasim, namun tak menemukan.
Lucunya, rombongan dalam jumlah besar yang tersesat ini didampingi ketua KBIH yang pernah berhaji. Namun, ketua KBIH tersebut tak mengenal titik-titik jalur kepulangan jamaah haji bila sudah berada di lantai bawah Jamarat.
Saya akhirnya mengantarkan dua jamaah asal Aceh dan puluhan jamaah asal Soreang ke pintu terowongan. Dari titik pertigaan pertama tadi, kami berjalan menuju arah kanan yang tekstur jalan menanjak. Sekitar 50 meter kami ketemu tiga pertigaan, dan kami ambil jalur ke kanan yang juga menanjak jalurnya. Sekitar 100 meter, jalan tanjakan berair. Saya minta jamaah supaya berhati-hati. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement