Oleh: Zaky Al Hamzah
"Bagaimana, mau pulang naik taksi atau jalan kaki dari Masjidil Haram?"
Kepala Bidang Humas Kemenag yang juga Kasie Media Center Haji (MCH) Makkah, Rosidin Karidi Ratiban, bertanya kepada saya dan lima rekan jurnalis MCH serta Humas Kemenag RI seusai melaksanakan thawaf ifadah, Ahad (4/10).
Rosidin menawarkan kami setelah berulang kali gagal menawar ongkos 'mobil omprengan' atau 'taksi tak berstriker' yang akan membawa kami ke Kantor Misi Haji Indonesia di wilayah Syisyah Raudhah (depan Terowongan King Fahd yang menuju arah Mina).
Selain saya dan Rosidin, empat jurnalis lain adalah Eka Wahyu Nugraha (TvOne), Idham Ardiansyah Samana (Metro TV), Iwan Imawan Malik (RCTI), Iwan Ari Hartono Manaf (RCTI). Satu orang rombongan kami adalah Humas Kemenag yang juga Kasie MCH Madinah, Dodo Murtado Dimyati.
Kami bertujuh memutuskan berjalan kaki dari Terminal Al-Ghaza menuju kantor tersebut. Saat itu, ada dua pilihan, melewati Terowongan Aziziyah atau Terowongan Faisaliyah. Saya mengetahui jalur terowongan pertama karena pernah shalat Isya berjamaah di Masjidil Haram melewati terowongan itu sambil berjalan kaki dari Hotel Manasik Mina, daerah Syisyah.
Sedangkan jalur terowongan kedua dikenali oleh Eka Wahyu Nugraha yang bertugas di Daker Makkah). Kami akhirnya memilih Terowongan Faisaliyah. Secara kontruksi, kedua terowongan tersebut memiliki kesamaan. Berdiameter sekitar 14 meter.
Panjang Terowongan Aziziyah sejauh 1.500 meter dan saya lewati dua kali saat pulang-pergi ke Masjidi Haram dari Hotel Manasik Mina. Sementara, panjang Terowongan Faisaliyah sekitar 600-700 meter.
Pilihan berjalan kaki sungguh tepat, karena pagi itu, sebagian besar lalu lintas Kota Makkah macet total, karena pergerakan jutaan jamaah haji dari Mina ke Masjidil Haram dan sebaliknya.
Kami tiba di Kantor Misi Haji Indonesia setelah berjalan sekitar lima dari Terminal Al-Ghaza. Selain dua terowongan tersebut, masih ada puluhan terowongan lain berjarak antara 500 meter hingga dua ribu meter.