Oleh: Zaky Al Hamzah
Selanjutnya pada 24 Mei 1994, 270 jamaah wafat akibat saling dorong dan injak di Mina. Tanggal 7 Mei 1995, tiga jamaah wafat akibat kebakaran di Mina.
Kemudian, pada 15 April 1997, sebanyak 343 jamaah wafat dan 1.500 lainnya terluka karena kehabisan napas akibat terjebak di dalam kebakaran tenda di Mina. Tanggal 9 April 1998, sebanyak 118 jamaah wafat karena berdesak–desakan saat pelaksanaan lontar jumrah.
Sebanyak 35 jamaah wafat serta puluhan lainnya luka–luka karena berdesak–desakan di Jammarat pada 5 Maret 2001. Pada 11 Februari 2003, sebanyak 14 jamaah wafat di Jumratul Mina–enam di antaranya wanita.
Pemerintah setempat kemudian membangun jalur ganda di Terowongan Al-Muaisim. Setelah sempat tak ada kejadian tragis, peristiwa mengerikan di Mina terulang pada 2004. Sebanyak 251 jamaah wafat selama lontar jumrah pada 1 Februari 2004 atau 12 Dzulhijjah 1425 H.
Penyebabnya, belasan ribu jamaah haji dari berbagai negara berburu waktu afdhal melontar jumrah, hingga terjadi benturan antarjamaah. Dua tahun berikutnya atau 12 Januari 2006, sedikitnya 345 jamaah wafat di Jammarat. Insiden ini terjadi pada pukul 15.30 waktu setempat, setelah ratusan ribu jamaah berdesak–desakan di pintu masuk sebelah utara lantai dua Jammarat.
Belajar dari peristiwa tersebut, Pemerintah Arab Saudi melakukan sejumlah perbaikan terowongan maupun jalur ke dan dari Jammarat. Di Terowongan Mina, misalnya, sudah dibuat dua terowongan yang berbeda untuk berangkat dan pulang melakukan lontar jumrah.
Sejak 2013, terdapat fasilitas empat eskalator berjalan di masing-masing Terowongan Al-Muaisim I dan Al-Muaisim II. Kipas sangin berukuran raksasa dipasang di dalam terowongan untuk membuat sirkulasi udara berputar dengan lebih baik.
"Dua tahun terakhir, jamaah haji Indonesia dan Asia Tenggara diuntungkan dengan fasilitas ekskalator buat pejalan kaki di Terowongan Al-Muaisim I dan Al-Muaisim II," ujar Wakil Penanggung Jawab PPIH Indonesia di Arab Saudi, Agus Sartono.