Selasa 21 Oct 2014 14:25 WIB

Shalat Zhuhur di Masjid Qiblatain (2-Habis)

Sejumlah jamaah berjamaah Shalat Dhuhur di Masjid Qiblatain, Madinah, Arab Saudi, Rabu (15/10) pekan lalu. Masjid Qiblatain ini menjadi salah satu dari tiga ikon masjid di Kota Madinah yang menjadi lokasi ziarah para jamaah haji maupun umrah. Dua masjid be
Foto: Republika/Zaky Al Hamzah
Sejumlah jamaah berjamaah Shalat Dhuhur di Masjid Qiblatain, Madinah, Arab Saudi, Rabu (15/10) pekan lalu. Masjid Qiblatain ini menjadi salah satu dari tiga ikon masjid di Kota Madinah yang menjadi lokasi ziarah para jamaah haji maupun umrah. Dua masjid be

Oleh: Zaky Al Hamzah, Madinah, Arab Saudi

 

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH --  Ternyata, tindakan Rasulullah Muhammad SAW beribadah dengan kiblat ke Al Quds dicemooh kaum Nasrani dan Yahudi. Mereka menyebut agama Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW hanya mengekor dari ajaran nenek moyang kedua kaum mereka. Dengan kesabaran dan lapang hati, Rasulullah Muhammad SAW menanggapinya dengan diam, namun selalu berdoa agar diberikan petunjuk oleh Allah SWT.

Doa Rasulullah Muhammad SAW pun terjawab. Saat menunaikan rakaat kedua Shalat Dhuhur di Masjid Bani Salamah ini, turunlah wahyu Allah SWT melalui Malaikat Jibril untuk memindahkan arah kiblat dari Masjidil Aqsa di Palestina ke Masjidil Haram (Ka'bah) di Kota Makkah (Arab Saudi). Maka Rasulullah Muhammad SAW menghentikan sejenak shalatnya, dan berputar 180 derajat menghadap arah Masjidil Haram, sehingga jamaah yang ikut Shalat Dhuhur itu mengikuti gerakan Rasulullah Muhammad SAW dengan menghadap ke Masjidil Haram.

 

 

 

 

 

 

 

Jadi dalam melaksanakan satu Shalat Dhuhur itu, Rasulullah Muhammad SAW melakukan dua kiblat, dua rakaat ke Masjidil Aqsha dan dua rakaat lagi ke Masjidil Haram, sehingga nama masjid ini diubah menjadi Qiblatain yang berarti dua kiblat. Perubahan qiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram terjadi pada hari Senin bulan Rajab 12 Hijriah. Wahyu yang turun pada peristiwa bersejarah itu adalah ayat 144 Surah Al-Baqarah. 

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allahnya dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

Peristiwa penentuan pindahnya kiblat ini juga diperkuat dengan hadits. Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar Radiallahu anhuma, dia berkata; “Ketika manusia sedang di Masjid Quba untuk melaksanakan Shalat Subuh, tiba-tiba datang seorang sahabat dan berkata bahwa malam ini telah diturunkan Alquran kepada Nabi SAW dan sungguh telah diperintahkan untuk menghadap Qiblah, dan dulunya mereka menghadap Syam (Baitil Maqdis), lalu mereka memutar untuk menghadap Ka’bah (Masjidil Haram).”

Setelah peristiwa tersebut, otomatis semua kaum Muslim di dunia tidak diperbolehkan lagi shalat menghadap Masjidil Aqsha karena hukum sudah Nusakh. Kiblat arah shalat telah diganti menghadap Ka'bah di Masjidil Haram. Jika masih ada kaum Muslim di dunia yang masih menghadap Masjidil Aqsha, shalatnya tidak sah. Kemudian bagi mereka yang sudah mengetahui hukumnya, namun tetap menghadap Masjidil Aqsha, maka mereka tergolong orang-orang yang ingkar.

Setelah Shalat Dhuhur, Rasulullah Muhammad SAW melihat ada sebuah telaga (sumur) di dekat masjid itu. Rasulullah Muhammad SAW berprinsip, sumur tersebut bisa untuk melengkapi kebutuhan air untuk minum, berwudhu atau kebutuhan lain bagi kaum muslimin di sekitar masjid tersebut. Sayangnya, sumur tersebut milik seorang Yahudi bernama Raumah. Karena sumur sebagai sumber air itu dinilai berfungsi sangat penting bagi sebuah masjid dan orang-orang yang shalat serta disekitarnya, maka Rasulullah Muhammad SAW menganjurkan kepada sahabatnya untuk memiliki sumur tersebut.

Mendengar pesan Rasulullah Muhammad SAW, sahabat Usman bin Affan menebus sumur itu dari pemiliknya, Raumah, seharga 20 ribu dirham dan menjadikannya sebagai wakaf. Sampai saat ini, sumur tersebut masih berfungsi. Selain untuk bersuci dan air minum, juga untuk mengairi taman-taman di sekelilingnya. Saat saya berwudhu, airnya sangat jernih dan sejuk. Kamar mandi dan tempat wudhu berada di bawah masjid, yang dilalui dengan jalan naik, bisa dari arah depan atau samping.

Di sisi kanan masjid terdapat taman yang sekaligus menjadi tempat parkir kendaraan dan tempat berjualan pedagang kaki lima. Di teras dan sekitar masjid dipenuhi pepohonan sehingga suhu di sekitar masjid tetap adem. Masjid ini terawat dengan baik. Sejumlah petugas kebersihan selalu membersihkan lantai teras masjid, terutama ketika jamaah sudah berkurang, sehingga saat jamaah baru datang hendak shalat, dia mendapati kondisi teras sudah rapi dan bersih. Di depan pintu masjid terdapat tempat pintu minum.

Menurut keterangan, Masjid Qiblatain mengalami beberapa kali pemugaran di antaranya pada tahun 893 H atau 1543 M oleh Sultan Sulaiman. Pada pintu utama masjid terdapat prasasti yang bertuliskan tanggal terakhir pemugaran, yakni 16 November 1987. Jamaah haji dan umrah memasukkan ziarah ke masjid ini sebagai agenda wajib untuk dikunjungi selama di Madinah. Mereka ingin melihat secara langsung saksi bisu perpindahan arah kiblat. Semoga selepas berziarah di masjid ini, ibadah mereka semakin istiqamah. Termasuk saya. Aammiin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement