REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zaki Al Hamzah
Caranya, maskapai penerbangan mengangkut air zam-zam milik jamaah haji saat pesawat kembali ke Indonesia setelah mengantarkan jamaah ke Bandara Jeddah atau Bandara Madinah, karena saat itu, pesawat dalam keadaan kosong.
"Sebab, setelah menurunkan jamaah haji (di Bandara Jeddah dan Bandara Madinah, red), maskapai penerbangan kembali ke Tanah Air dalam keadaan kosong (kursi penumpang kosong, red). (Saat) itu sebetulnya bisa diisi dengan air zam-zam," kata Abdullah.
Dia menambahkan surat rekomendasi tersebut perlu dibuat, karena jika tambahan itu disetujui Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, izin terbang maskapai Garuda Indonesia maupun Saudi Airlines juga harus diperbaharui.
"Sebab izin (terbang untuk) pulang (ke Indonesia) dalam kondisi kosong dan membawa bawaan memang beda. Maskapai kan harus melewati sejumlah negara, misal India, Pakistan, Srilanka," terangnya.
Namun dengan berbagai pertimbangan, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melarang maskapai penerbangan memasukkan muatan air zam-zam. Salah satu kekhawatirannya adalah air zam-zam tersebut diperjualbelikan bila diizinkan kuota 10 liter per jamaah.
Oleh karena itu, pemerintah setempat hanya memberi jatah kuota lima liter per jamaah. Kuota itu harus dibawa bersamaan dengan kepulangan jamaah haji. Namun, pembagiannya dilaksanakan ketika jamaah tiba di debarkasi masing-masing.
Larangan tambahan kuota air zam-zam, terang Abdullah, berlaku untuk semua jamaah haji dari seluruh dunia. Maka, sudah menjadi hal jamak ketika Media Center Haji (MCH) Jeddah melihat tumpukan air zam-zam sitaan dari ukuran 330 mililiter (ml) hingga jerikan 20 kg di sudut-sudut ruang transit Gate D1 dan Gate B1 Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah.
Hasil penyitaan air zam-zam terbanyak merupakan milik jamaah asal Indonesia. Sisanya, dari jamaah haji dari negara-negara kawasan Afrika.