Oleh: Zaky Al Hamzah, Jeddah, Arab Saudi
REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Kementerian Agama (Kemenag) RI mengakui penanganan katering untuk jamaah haji yang dilakukan Pemerintah Pakistan. Kemenag bahkan siap belajar dengan negara tersebut. Pasalnya, untuk layanan katering jamaah haji di Kota Makkah, Pakistan selangkah lebih maju. Mereka memberi layanan makan tiga kali sehari, termasuk buah dan minum. Harga paket makanan tersebut adalah 18 riyal per hari per jamaah.
Sementara, Kemenag RI memilih memberikan living cost (ongkos biaya hidup) sebanyak 1.500 riyal per jamaah supaya jamaah haji bisa menggunakan uang itu untuk kebutuhan hidup selama 25 hari menetap di pemondokan di Makkah. Rata-rata jamaah berada di Makkah selama 25 hari.
Namun saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina), jamaah mendapat layanan katering di tenda maktab-maktab mereka. Masalahnya, kata Sekretaris Teknis Urusan Haji (TUH) Kemenag RI, Arief Nurrawi, living cost ini sering digunakan jamaah untuk keperluan lain, semisal membeli oleh-oleh untuk keluarganya di Tanah Air.
''Akhirnya habis untuk beli oleh-oleh dan di akhir masa kepulangan mereka ke Indonesia, living cost-nya sudah habis dan minta-minta makanan ke petugas," ujar Arief dalam perbincangan dengan tim Media Center Haji (MCH) Jeddah, Arab Saudi, Selasa (28/10) petang waktu arab saudi (WAS).
Selain itu, diluar kebijakan katering di Makkah yang diterapkan Pakistan, Arief menambahkan, negara itu juga mengalami masalah pemondokan di Kota Madinah. Dibandingkan tiga wilayah, Jeddah, Makkah dan Madinah, urusan paling ruwet negara ini pada persoalan layanan di Madinah, karena jumlah petugas pelayanan haji Pakistan lebih sangat sedikit.
Selain dengan Pakistan, Indonesia juga telah melakukan studi banding mengenai pelayanan jamaah haji dengan Pemerintah Malaysia. Secara sistem, kata dia, Malaysia memiliki kelebihan dibandingkan Indonesia "Tapi kita (Indonesia) juga punya kelebihan, sehingga ini menjadi titik temu," kata dia.