Oleh: Zaky Al Hamzah, Jeddah, Arab Saudi
REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Sekarang, mari menengok gedung B. Bentuk bangunan gedung ini serupa persegi panjang. Ditengahnya ada jalan masuk. Sebagian ruangan di gedung B ini masih dioperasikan oleh Tabung Haji, penyelenggara ibadah haji Pemerintah Malaysia.
Saat saya kunjungi Rabu (29/10) kemarin, masih ada puluhan jamaah haji Malaysia menginap di beberapa kamar gedung B. Selain bercengkerama, bertemu kerabatnya yang jadi mukimin di Jeddah, sebagian dari mereka berzikir menanti adzan Shalat Maghrib. Belasan bus yang akan mengantarkan mereka ke Bandara Jeddah diparkir di pelataran kompleks atau persis di depan jamaah yang sedang duduk-duduk santai menikmati sore.
Muhammad Fiqih (30 tahun), mengaku sudah menginap di gedung itu sejak tiga hari lalu. "Hari ini terakhir menginap, karena esok sudah balik ke Malaysia," katanya saat ditemui usai membeli makanan di Albaik. Albaik adalah fastfood ayam goreng brand Arab Saudi. Namun, Fiqih mengaku tak kerasan tinggal terlalu lama di Madinatul Hujjaj.
Sebab, toko-toko atau orang berjualan yang biasanya ramai saat era 2000-an, kini tak ada lagi. Fiqih mengaku pernah mendengar keramaian pedagang dan jamaah haji dari Indonesia dan Malaysia dari cerita yang disampaikan kakeknya saat berhaji. "Kini tak ada keramaian, saya saja baru beli Albaik disana (menunjuk gerai Albaik sekitar 200 meter dari Madinatul Hujjaj, red)," tuturnya.
Hasan, penjaga Madinatul Hujjaj untuk jamaah haji Malaysia, mengatakan bahwa tahun ini merupakan tahun terakhir jamaah haji Malaysia menempati gedung tersebut. "Ini tahun terakhir setelah lima tahun kami menempati tempat ini. Sudah tak layak," tuturnya.
Pernyataan Hasan ada benarnya. Saya melihat sebagian dinding di bagian bawah gedung B sudah retak. Cat dinding dibiarkan kusam, seakan sudah lama tak diperbarui. Beberapa jendela yang kamarnya tak ditempati jamaah juga sudah rusak. Begitu pula dengan filter AC yang ditempatkan di luar kamar. Mayoritas filter AS sudah rusak.
Informasi dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia di Arab Saudi, Kementerian Agama (Kemenag) RI menghentikan pengoperasian Madinatul Hujjaj sebagai tempat transit jamaah haji Indonesia sejak tahun 2005 atau era Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni. Pendek kata, sembilan tahun terakhir atau sejak 2005, Madinatul Hujjaj sudah tidak digunakan. Pertimbangannya faktor kontruksi bangunan yang mulai rapuh dan rawan ambrol jika dipaksakan ditempati jamaah haji Indonesia.
Saat ini, selain dimanfaatkan BPHI Daker Jeddah, gedung A di Madinatul Hujjaj digunakan untuk penempatan sejumlah kendaraan operasional haji dan bagasi barang (kargo) oleh maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (Persero), serta pemeriksaan koper jamaah untuk memastikan apakah berisi air zam-zam atau tidak.
Selama sembilan tahun terakhir, PPIH Daker Jeddah menyewa tujuh hotel untuk transit jamaah haji Indonesia yang tiba dari Madinah dan hendak pulang ke Indonesia melalui Bandara Jeddah. Ketujuh hotel itu yakni Hotel Nabaris Al Mansi, Hotel Al-Nabarees, Hotel Nabaris Dzahabiah, Hotel Wardatul Hadiqah Suits, Hotel Sultan Palace, Hotel Dyawan Al Aseel, dan Hotel Mutiara. Ketujuh hotel tersebut mampu menampung 33.250 orang jamaah.
Wacana penggunaan kembali Madinatul Hujjaj disampaikan Komisi Pengawasan Haji Indonesia (KPHI). KPHI menyarankan penggunaan kembali bangunan Madinatul Hujjaj (asrama transit) di Jeddah, Arab Saudi. Tujuannya, bangunan tersebut sangat representatif dalam pelayanan jamaah haji Indonesia di Tanah Suci. "Karena bangunan ini (Madinatul Hujjaj) terintegrasi (terpadu). Ada pemondokan, balai pengobatan (BPHI), ruang kargo maskapai, bisa untuk administrasi dan sebagainya," ujar Ketua KPHI Slamet Effendy Yusuf bersama rombongan saat sidak ke ruangan sektor dan kantor PPIH Daker Jeddah di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes yang juga Kepala Bidang Kesehatan Haji Indonesia, dr Fidiansjah juga setuju jika gedung Madinatul Hujjaj dimanfaatkan kembali dengan terlebih dahulu direnovasi. "Tren pengobatan terpadu internasional mensyaratkan agar pelayanan jamaah haji disatukan dalam satu area, dan lokasi yang tepat adalah di Madinatul Hujjaj," jelasnya.
Sebelumnya, pada 2009, Menag Muhammad Maftuh Basyuni akan mempertimbangkan penggunaan kembali Madinatul Hujjaj (asrama transit) di Jeddah, Arab Saudi, guna memudahkan koordinasi pengurusan jemaah haji Indonesia di tanah suci pada masa mendatang. "Jika hal itu memungkinkan, saya lebih cenderung menggunakan Madinatul Hujjaj sebagai asrama transit kedatangan dan pemulangan jemaah haji Indonesia," kata Maftuh. Mari menanti riwayat selanjutnya dari Madinatul Hujjaj.