Sabtu 01 Nov 2014 15:09 WIB

Asal Usul Nama Padang Arafah (3)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Jamaah haji wukuf di Padang Arafah.
Foto: Republika/Yogi Ardhi/ca
Jamaah haji wukuf di Padang Arafah.

REPUBLIKA.CO.ID, Namun di Arafah, keadaan tidak demikian. Semua jenis bangsa, warna kulit dan bahasa, berbagai pangkat dan jabatan harus memperlihatkan kebersamaan yang utuh. Semua berkumpul dalam sebuah padang dan pada waktu yang sama.

Pakaian pun sama dan seragam, tidak ada bedanya antara yang kaya dan yang miskin, yang pangkatnya tinggi dan yang rendah, yang bangsawan dan rakyat biasa. Tidak ada rasa sombong dan angkuh. Semua merendahkan diri mengharap ampunan dari sang Pencipta yang Maha Agung, Allah SWT.

Di Arafah anda tidak akan menemukan orang yang berkata, “Saya si Fulan…” dengan nada membanggakan diri dengan kekayaan dan pangkatnya. Semua merendahkan diri di hadapan yang Maha Tinggi.

Semua menunjukkan rasa rendah hati dan rasa takut kepada Allah. Seolah-olah kebaikan itu tidak akan meliputi semua orang, kecuali bila semua bersikap tunduk dan patuh kepada-Nya. Juga tidak ada yang mencoba memisahkan diri dan menganggap diri lebih baik dari orang lain.

Pada hari ini, ketika semua orang menyingkirkan semua rasa sombong dan angkuhnya, sifat jahat dan dengkinya, Allah SWT segera menggulirkan maghfirah dan rahmat-Nya. Karena memang yang memisahkan kita dari maghfirah dan rahmat Allah adalah kesombongan dan kezaliman kita.

Pada hari ini, kita menyadari bahwa apa yang kita bangga-banggakan selama ini bukan dari kita tetapi semua kepunyaan Allah SWT. Maka tergugahlah hati semua orang untuk mengabdikan diri kepada Dzat yang mencipta dan memiliki semua. Pada hari yang sama sang Pencipta berfirman, “Mereka para jamaah itu layak mendapatkan maghfirah dan rahmat-Ku.”

Sesungguhnya sikap keras kepala, sombong, ingin menonjolkan diri dan kelebihan pribadi terhadap saudara sesama kita, menjadi penyebab yang menyingkirkan maghfirah dan rahmat Allah.

Sebagai contoh, kami bawakan suatu peristiwa di jaman Rasulullah Saw. Pada suatu hari Rasulullah SAW keluar hendak memberitahukan kepada para sahabatnya tentang datangnya Lailatul Qadar.

Dalam perjalanannya, Rasulullah menemukan dua orang sahabatnya sedang bertengkar memperdebatkan sesuatu masalah sehingga Rasulullah lupa menyampaikan maksudnya itu.

Gara-gara peristiwa itu para sahabat dirugikan karena Lailatul Qadar berlalu tanpa setahu mereka. Jadi, pertengkaran dan permusuhan mencegah siraman kebaikan dalam masyarakat.

Sedangkan kerukunan serta persatuan yang merindukan limpahan karunia Allah SWT yang dilakukan dengan keikhlasan dan ketulusan hati akan mampu mengundang rahmat dan menerima limpahan karunia Rabb-nya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement