Kamis 13 Nov 2014 11:29 WIB

Diperlukan SKB Antara Menteri Agama dan Menteri Kesehatan

Rep: neni ridarineni/ Red: Damanhuri Zuhri
Jamaah Haji Lansia
Foto: Republika/M Subarkah
Jamaah Haji Lansia

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Fidiansjah mengatakan agar istitha’ah kesehatan dipahami oleh calon jamaah haji dan pembimbing ibadah haji, minimal ada SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Menteri Agama dan Menteri Kesehatan  tentang pengertian istitha’ah kesehatan.

‘’Jangan sampai jamaah haji yang sejak dari Tanah Air sakit atau sesampainya di Arab Saudi langsung jatuh sakit dan disafariwukufkan atau badal haji. Sehingga keberangkatan untuk menunaikan ibadah haji mubadzir,’’kata dia. 

Lebih lanjut Fidiansjah mengatakan dengan adanya SKB Menteri Agama dan Menteri Kesehatan tentang istitha’ah kesehatan setidaknya orang yang sakit tidak harus memaksakan diri untuk berangkat ibadah haji sehingga penyakitnya akan bertambah parah bila dipaksanakan diri untuk berangkat ibadah haji.

‘’Kalau seseorang sudah niat untuk pergi haji, Allah SWT sudah tahu dengan niatnya. Seperti halnya puasa, mereka yang sakit juga dibolehkan untuk tidak puasa,’' tuturnya.

Di Malaysia orang yang cuci darah saja tidak bisa berangkat ibadah haji. Dia pun mengusulkan kalau bisa ada kesepahaman dan satu suara tentang istitha’ah kesehatan dari Majelis Ulama Indonesia.

Namun kalau hal itu memerlukan waktu yang lama, ungkap Fidiansjah, yang penting harus ada dulu SKB antara Menteri Agama dan Menteri Kesehatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement