REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Bisnis travel haji dan umrah di Pekanbaru, Riau masih banyak yang tidak memiliki izin resmi sehingga melanggar Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggara ibadah haji, kata Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Riau Ibnu Masud.
"Perkiraannya, saat ini di Riau hanya ada enam perusahaan travel umrah dan haji yang resmi atau memiliki izin sesuai dengan ketentuan undang-undang," kata Ibnu kepada Antara di Pekanbaru, Senin siang.
Sementara untuk bisnis travel haji dan umrah yang diindikasi ilegal karena tidak memiliki izin resmi menurut dia sebanyak sepuluh perusahaan.
Namun Ibnu mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan karena bisnis travel yang melanggar undang-undang tersebut sejauh ini masih bebas beroperasi tanpa ada tindakan tegas dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Riau serta kepolisian.
Hal itu yang kemudian menurut dia, menimbulkan masalah di tengah masyarakat dan imbasnya sampai pada perusahaan-perusahaan travel yang resmi atau legalitasnya sah.
"Seperti yang baru-baru ini terjadi. Masyarakat mengadukan ke polisi berkaitan dengan perusahaan jasa travel umrah yang dianggap melakukan penipuan,'' jelasnya.
Ia menambahkan, ''Mereka itulah pihak yang ilegal. Namun dampak sampai ke perusahaan-perusahaan travel resmi. Kami seperti diminta untuk mencuci piring yang diotori orang lain yang nggak jelas asal-usulnya," kata dia.
Sebelumnya seorang korban bernama Susiyah (40) melaporkan sebuah perusahaan penyedia jasa perjalanan umrah dan haji diduga melakukan penipuan.
Dalam laporan dikepolisian, Susiyah bersama dua kakak sepupunya sudah telanjur membayar biaya umrah sebesar Rp68 juta kepada pemilik travel.
Susiyah menyatakan, pihaknya dijanjikan berangkat umrah Februari 2014 namun ternyata hingga kini pemilik travel tak juga memberangkatkannya ke Tanah Suci.
"Bukan hanya saya saja yang tertipu, banyak jamaah calon umrah dan calon haji plus juga tertipu. Saya sudah laporkan kasus ini ke polisi sejak Maret tahun lalu," kata Susiyah.
Susiyah mengaku heran mengapa penyidik Polresta Pekanbaru mengaku tidak berhasil menangkap pemilik travel tersebut karena tidak bisa melacak keberadaan terlapor.
Padahal, lanjut dia, sejak kasus ini dilaporkan ke Polresta Pekanbaru, dia mengaku sempat bisa berkomunikasi lewat saluran telepon genggam ke pemilik travel.