REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Fidiansjah, setidaknya sejak sembilan bulan sebelum para jamaah haji masuk embarkasi, mereka sudah memiliki kejelasan terkait status kesehatannya. Baik secara fisik maupun psikologis.
"Sampaikan itu semua informasi kesehatan apa pun ke petugas, minimal sembilan bulan sebelum berangkat dari embarkasi. Jangan ada (jamaah) yang menutup-nutupi keluhan kesehatannya," kata Fidiansjah dalam prasarannya di acara tersebut di Jakarta, Kamis kemarin.
Fidiansjah melanjutkan, selama ini ada kesalahan pola pikir dari para jamaah. Yakni, Istitha'ah kesehatan dianggap sebagai peluang yang menghalangi mereka lekas berhaji. Sehingga, baru kemudian ketika di embarkasi, lanjur Fidiansjah, petugas menemukan bahwa jamaah ada yang tidak sehat.
"Kalau sudah begini, kasihan jamaah sendiri. Maka sebaiknya sejak awal mendaftar (jelas status kesehatannya). Kalaupun ditemukan penyakit, maka ada kemungkinan bisa diantisipasi supaya bisa tetap berangkat," ujar Fidiansjah.
Inti istitha'ah kesehatan, kata Fidiansjah, ialah hasil pemeriksaan medis, bukan desakan maunya jamaah. Maka, ada beberapa penyakit yang bila sudah terdeteksi lebih awal ketika mendaftar haji, maka ada kemungkinan bisa ditangani sehingga tetap menjadikan jamaah tersebut memenuhi istitha'ah.
"Misalnya, diabetes atau darah tinggi. Itu (jamaah) bisa tetap istitha'ah dan berangkat kalau sudah dari awal ketahuannya. Tapi, ada juga yang peemanen. Seperti gangguan jiwa yang kami sebut, kondisi pikun yang berat," ujar Fidiansjah, Kamis (26/2).
Dalam kasus permanen demikian, lanjut Fidiansjah, maka tidak bisa lagi dianggap istitha'ah. Sebab, pikun berat berarti jamaah itu tidak bisa lagi mengurus dirinya sendiri. Beda halnya dengan gangguan lain semisal stres atau pobia karena tidak biasa naik pesawat berjam-jam atau tidak pernah jauh dari Tanah Air.
Pada Kamis (26/2) digelar acara Mudzakarah Perhajian Nasional di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Ini dihadiri 100 orang peserta, yang terdiri atas perwakilan MUI seluruh Indonesia, ormas-ormas Islam, dan unsur pemerintah (Kementerian Agama). Yang dibahas antara lain, syarat kemampuan istitha'ah haji, termasuk dari segi kesehatan.