Ahad 29 Mar 2015 16:30 WIB

Undang-undang Tabung Haji Kurang Tepat

Rep: c71/ Red: Damanhuri Zuhri
Ibadah haji merupakan salah satu momen untuk memperluas semangat persaudaraan Islam.
Foto: Antara
Ibadah haji merupakan salah satu momen untuk memperluas semangat persaudaraan Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin menyarankan pemerintah untuk menerbitkan Keputusan Presiden atau Peraturan Pemerintah dalam pengelolaan keuangan haji.

Ade juga meminta DPR untuk memperkuat undang-undang nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Menurutnya, hal itu lebih tepat ketimbang melahirkan Undang-undang baru tentang Tabung Haji. Undang-undang Tabung Haji merupakan adopsi sistem di Malaysia.

"Menurut saya tidak harus dengan bentuk UU. Bisa langsung dengan keppres atau PP saja. Ini lebih cepat jika tujuannya ingin membuat Tabung Haji," ujar Ade ketika dihubungi Republika, Ahad (29/3).

Ia menilai ada hal penting yang harus menjadi pertimbangan dalam pengelolaan dana haji. Hal ini, kata dia, rawan bertentangan dengan UU nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji.

''Karena, tidak ada kewajiban pemerintah untuk menghimpun dana masyarakat lewat pembayaran pendaftaran haji di muka,'' jelasnya.

Ade meminta pembenahan. Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji perlu diperkuat sehingga ketika Badan Pengelola Keuangan Haji lahir punya cukup kekuatan untuk mengelola Tabung Haji Indonesia.

Inti tujuan tabung haji, kata Ade, untuk menyelamatkan dana jamaah. Pengelolaan dana harus jelas dan jamaah tahu pertumbuhan dana yang ia setorkan dan mengendap selama masa tunggu. "BPKH mengelola dana Tabung Haji lewat berbagai investasi dengan tujuan memberikan manfaat kepada jamaah."

Ade memberikan catatan dalam pengelolaan dana haji saat ini. Ia mengaku saat ini dana setor awal jamaah mengendap namun masyarakat tidak mengetahui sistemnya.

"Tidak ada akad yang jelas dan menurut saya ini kesalahan pemerintah dalam menghimpun dana masyarakat," ujar Ade seraya menambahkan, akad perjanjian tidak jelas apakah dana tersebut merupakan wadiah (titipan) atau bukan.

Menurut Ade, dana yang masih dalam masa tunggu tidak boleh digunakan tanpa izin untuk menyubsidi jamaah yang berangkat haji. "Uang optimalisasi itu uang siapa? Saya pikir pemerintah harus bertanggung jwab atas hal ini," kata Ade mengingatkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement