Senin 07 Sep 2015 07:10 WIB

Bertemu Si Ahli Kurma dari Cirebon

Rep: EH Ismail/ Red: Indah Wulandari
Pasar kurma Madinah.
Foto: ROL/Agung Sasongko
Pasar kurma Madinah.

REPUBLIKA.CO.ID,MADINAH -- Hari hampir Maghrib saat saya dan tim Media Center Haji (MCH) di Madinah memutuskan untuk meninggalkan Masjid Quba.

Penjelasan Syeikh Thalal Al-Harby mengenai keistimewaan shalat di Masjid Quba masih menggema di telinga saya. Mudah-mudahan, saya dan teman-teman benar-benar bisa mendapatkan pahala umrah seperti dijelaskan pengurus masjid yang pertama kali dibangun Rasulullah tersebut.

Belum sempat mengambil sandal yang saya simpan di rak khusus dekat pintu masuk masjid, saya melihat Bambang Rakhmanto, Wusana Bayu Pamungkas, dan Sunu Hastoro, rekan satu tim MCH, sedang berbincang dengan pria berbadan sedang dan tinggi rata-rata orang Indonesia.

Benar, ternyata orang itu adalah pria asal Desa Kreo, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Namanya Surtina bin Kasduh. Saat kedua kawan saya selesai melakukan wawancara, perbincangan saya dan Surtina tetap berlanjut sampai pelataran parkir.

Surtina sudah 14 tahun tinggal di Madinah. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di kota Nabi, dia berprofesi sebagai pedagang kurma di Pasar Kurma Madinah.

Ikut dengan sang majikan yang orang Arab, Surtina mengaku sangat senang dan serius dengan pekerjaannya. Selain berdagang kurma adalah pengalaman pertama bagi pria berusia 37 tahun ini, berada di Madinah membuat semangat ibadah Surtina makin memuncak.

“Saya bisa ke sini (Masjid Quba) kapan saja. Mudah-mudahan shalat saya diterima, jadi saya bisa mendapatkan pahala seperti orang umrah. Kalau saya di Cirebon saja kan mana mungkin bisa umrah setiap hari,” katanya, sedikit berkelakar.

Setiap hari melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan kurma, termasuk ikut memanen kurma di kebun, membuat ia sangat paham segala hal tentang buah khas tanah Arab kesenangan Rasulullah Muhammad SAW.

Bahkan, dengan nada penuh percaya diri, Surtina mengatakan, “Bawa saja satu buah kurma ke hadapan saya, saya bisa tahu kurma jenis apa itu dan bagaimana kualitasnya.”

Menurut Surtina, di kalangan umum, termasuk jamaah haji dari Indonesia, banyak sekali mitos seputar buah kurma. Mitos tersebut biasanya berkaitan dengan khasiat kurma, seperti dapat menyembuhkan penyakit, termasuk terkait stamina dan kebugaran jasmani seseorang.

Kendati banyak pemahaman orang umum yang tidak sejalan dengan keyakinan dan keahliannya terhadap buah kurma, namun Surtina tak mau mendebat hal-hal tersebut.

“Kalau ada yang bilang kurma itu bisa buat ini, bisa buat itu, ya silakan saja. Saya punya keyakinan kurma hanyalah wasilah atas keridhaan Allah SWT memberikan orang yang memakannya khasiat tertentu.”

Terlepas dari itu semua, Surtina pun menjelaskan contoh empat buah kurma dengan jenis yang berbeda. Agar saya mengerti langsung perbedaannya, Surtina mengambil contoh buah kurma dari pedagang yang ada di pelataran parkir Masjid Quba. Empat kurma itu adalah contoh kurma terbaik, menurut Surtina.

Kurma pertama yang ditunjukkan pada saya adalah kurma barhi. Kurma ini bentuknya hampir silinder, berwarna kuning sawo cerah di bagian atas dan di bawahnya berwarna coklat tua. Teksturnya lembut. Saat saya gigit, dagingnya tebal dan rasanya mirip seperti karamel.

Kurma kedua memiliki dua warna kontras. Bagian atas berwarna kekuning-kuningan sedangkan bagian bawahnya berwarna kecoklatan. Jika dimakan,bagian yang berwarna kekuning-kuningan terasa lebih keras sedangkan yang berwarna kecoklatan rasanya lebih empuk. Rasa manisnya sedang menurut saya.

“Itu kurma sekki. Bagus untuk oleh-oleh. Kalau beli di sini dan dibawa ke Indonesia, dua minggu dibiarkan warna kuningnya akan berubah coklat,” kata Surtina.

Kemudian, kurma lainnya adalah kurma sedikit keras berwarna coklat seluruhnya. Rasanya sangat manis. Kata Surtina, kurma jenis sukari ini sangat digemari di Saudi. Karena itu, kurma ini harganya sedikit lebih mahal dibandingkan kurma lainnya.

Kurma keempat sangat berbeda dengan ketiga kurma sebelumnya. Warnanya hitam dengan tekstur lembut dan keriput. Bentuknya lebih kecil dari kurma lain. Saat saya makan, rasanya tidak terlalu manis mirip kismis. Inilah kurma kegemaran Nabi Muhammad SAW, kurma ajwa.

“Itu khas Madinah. Paling dicari jamaah haji untuk oleh-oleh, harganya paling mahal,” ujar Surtina.

Kendati memiliki penilaian empat kurma tersebut sebagai kurma terbaik, tapi Surtina mengembalikan pilihan kepada jamaah haji sesuai seleranya masing-masing. Hanya saja, satu hal paling penting yang harus diperhatikan sebelum membeli kurma adalah kondisi kulit dan daging kurma.

Apabila kulit dan daging kurma terpisah atau terkelupas, maka itu artinya kurma tidak berkualitas bagus.“Kurma yang bagus kulit dan dagingnya menempel menyatu, tidak terkelupas,” kata Surtina.

Kini, saya pun punya sedikit ilmu tentang kurma. Terima kasih, Surtina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement