REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para jamaah haji yang lolos dari kecelakaan mesin derek (crane) di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, diminta agar tetap berhati-hati.
Sebab di area tersebut sedang ada pekerjaan konstruksi, ditambah lagi perubahan cuaca yang cukup ekstrem di sana. Ia meminta petugas-petugas haji selalu memperhatikan masalah ini dengan baik.
"Karena tidak semua jamaah haji mengerti dan paham peristiwa yang terjadi di sana. Untuk itu petugas-petugas di lapangan harus bisa membimbing mereka," kata ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay kepada Republika.co.id, Sabtu (12/9).
Sejak semalam, komisi VIII sudah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait di lapangan, diantaranya Direktur Haji Luar Negeri Kementerian Agama Sri Ilham. Koordinasi tersebut terkait jumlah korban yang merupakan jamaah haji Indonesia, hingga jaminan perawatan yang diterima oleh para korban.
Cuaca ekstrem di Arab Saudi, ujar Saleh, sebetulnya sudah diantisipasi. Beberapa waktu lalu pihak Kementeri Kesehatan telah menyampaikan bahwa Arab Saudi diperkirakan sedang dilanda cuaca panas bersuhu sekitar 48 hingga 50 derajat.
Saat manasik haji pun, para jamaah sudah menerima informasi ini. Namun kenyataan di lapangan tidak hanya sebatas itu. Ternyata malah turun hujan lebat di sana.
"Jarang-jarang turun hujan, biasanya setahun sekali. Pekan lalu bahkan sampai enam kali, ini perubahan iklim drastis," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Adanya fenomena badai gurun juga tidak masuk perkiraan sebelumnya. Badai gurun sebenarnya tidak terjadi di Masjidil Haram, melainkan di Jeddah.
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama harus segera memberitahukan informasi mendalam karena jamaah haji Indonesia tidak pernah melihat badai semacam ini sebelumnya.
"Harus dibekali bagaimana caranya menghindari bahaya kalau badai gurun itu terjadi," ujarnya.