REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Menteri Agama yang juga Amirul Hajj Indonesia Lukman Hakim Saifuddin meminta Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi belajar dari kejadian mobile crane terjungkal di Masjidil Haram. PPIH Arab Saudi harus mengantisipasi cuaca yang sangat ekstrem, khususnya ketika wukuf di Padang Arafah.
Lukman tidak berharap kejadian angin kencang yang menjungkalkan mobile crane sehingga menyebabkan 107 orang meninggal terulang pada prosesi wukuf di Arafah. Kendati demikian, PPIH Arab Saudi perlu melakukan upaya antisipasi.
PPIH harus selalu memperbaharui informasi mengenai cuaca ke Pemerintah Arab Saudi. Namun, perlu juga ada langkah antisipasi kalau badai terjadi di Arafah ketika wukuf. "Apa langkah kita? Cari langkah-langkah kalau itu (badai) terjadi," kata Lukman di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Makkah, Khalidiyah, Senin (14/9).
Wukuf dilakukan di Padang Arafah yang merupakan merupakan area terbuka dan luas. Tidak ada crane atau bangunan di sekitar Padang Arafah. Namun, jamaah akan berdiam di dalam tenda-tenda besar ketika prosesi wukuf berlangsung.
"Tenda-tenda itu bukan tenda permanen yang kuat sehingga perlu dipikirkan kalau badai terjadi," kata Lukman.
Lukman menyatakan, koordinasi menjadi hal krusial untuk mengantisipasi dan meningkatkan kesiapan dan kesiagaan dalam menghadapi hal-hal yang tidak diinginakn. "Kami akan rumuskan koordinasi dengan Pemerintah Arab Saudi mengenai hal tersebut," kata dia.
Angin kencang menjungkalkan mobile crane yang berada di halaman bagian timur Masjidil Haram. Bola crane tersebut terjatuh hingga ke pinggir area mataf di dalam Masjidil Haram.
Sebanyak 52 jamaah asal Indonesia turut menjadi korban dalam kejadian tersebut. Dengan perincian, 10 orang meninggal dan 42 mengalami luka. Hingga saat ini, beberapa keluarga juga masih mencari jamaah yang hilang sejak peristiwa tersebut.