Kamis 17 Sep 2015 17:16 WIB
Musibah Crane Jatuh

Jamaah Haji Trauma Peristiwa Jatuhnya Crane

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Djibril Muhammad
Cuaca di Makkah setelah musibah crane jatuh, Jumat (11/9)
Foto: aljazeera
Cuaca di Makkah setelah musibah crane jatuh, Jumat (11/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR, Saleh Partaonan Daulay mengatakan pihaknya meminta pemerintah Arab Saudi, khususnya otoritas Masjidil Haram untuk segera membuat sistem peringatan dini (eary warning system) yang dipasang di dalam dan di sekitar masjid. Hal ini sangat diperlukan untuk menjaga ketenangan para jamaah haji ketika melaksanakan ibadah.

"Harus dipasang alat atau early warning system sistem di Masjidil Haram. Harap diketahui menurut pantauan para anggota Komisi VIII DPR yang kini berada di tanah suci, sampai saat ini para jamaah haji masih merasa trauma dengan musibah robohnya crane pada 11 September lalu yang menimbulkan ratusan orang meninggal dan terluka itu," kata Saleh, menghubungi Republika.co.id, dari Makkah, Selasa (17/9).

Saleh mengatakan, sampai hari ini puluhan crane raksasa masih terpancang di dalam dan di sekitar Masjidil Haram. Setiap jamaah yang hendak masuk ke masjid, pasti akan melihat crane tersebut. Situasi ini jelas mempunya dampak psikolologis bagi para jamaah.

Sebagai contoh masih lekatnya trauma yang terjadi pada Rabu (17/9). Saat itu, menjelang shalat subuh di dalam Masjidil Haram terjadi kepanikan. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang tidak diketahui dari mana asalnya.

Mendengar suara tersebut, para jamaah langsung bubar meninggalkan shafnya masing-masing dan lari ke segala arah dengan maksud mencari perlindungan. Akibatnya, semua barang bawaan, tas, handphone, sandal, dan berbagai barang lainnya ditinggalkan dengan begitu saja.

"Mereka berlarian tak keruan. Dari wajahnya, para jamaah tersebut terlihat sangat takut dan berusaha menyelamatkan diri," ujarnya.

Anehnya, perasaan trauma terhadap ancaman crane yang jatuh tak hanya terjadi para jamaah haji saja. Para polisi, asykar, dan penjaga keamanan yang bertugas di Masjidi Haram pun ikut ketakutan. Malah mereka berlari duluan ke luar masjid sebelum jamaah haji berlarian.

"Karena polisi ikut berlari, maka para jamaah pun semakin panik dan kemudian terjadilah aksi saling dorong dan berdesakan antarjamaah. Situasinya sempat beberapa saat tak terkendali," kata Saleh.

Melihat fenomena itu, lanjut Saleh, sudah semestinya Pemerintah Arab Saudi dan otoritas Masjidil Haram segera menyediakan sarana 'peringatan dini' tersebut.

Mulai saat ini misalnya harus segera dibuat petunjuk dan tempat jalur evaukasi resmi. Hal ini agar jamaah mengetahui ke arah mana mereka harus ke luar jika terjadi hal-hal yang diduga membahayakan.

"Semua ini jelas merupakan bagian dari tanggunga jawab Pemerintah Arab Saudi yang selama ini menyebut dirinya sebagai khadimul haramaian (pelayan dua tanah suci," katanya menjelaskan.

Sejalan dengan itu, para petugas PPIH Daker Makkah juga diminta harus segera memberitahukan prosedur keselamtan jika hal seperti itu terulang.

Para petugas haji, kepala rombongan, TPHD, TPHI dan 'Temus' perlu diberikan pengetahuan tambahan terkait upaya evakuasi jamaah dalam keadaan darurat. Ini sangat penting dilakukan karena jumlah jamaah haji di Indonesia adalah yang paling besar di dunia.

"Walaupun usulam pembuatan early warning system itu  penting, namun jangan terlalu berharap akan segera terwujud. Langkah-langkah preventiv harus segera dipikirkan dan diinisiasi oleh pemerintah Indonesia," tegas Saleh Dauay.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement