Sabtu 19 Sep 2015 18:28 WIB

Perempuan di Makkah Diminta Naik Taksi Belakangan

Rep: Ratna Puspita/ Red: Indira Rezkisari
 Jamaah Calon Haji Kloter 39 dari DKI Jakarta memasuki bus menuju Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (17/9).  (Republika/Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Jamaah Calon Haji Kloter 39 dari DKI Jakarta memasuki bus menuju Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (17/9). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Ungkapan 'ladies first' tidak selalu berlaku di Kota Makkah, Arab Saudi, terutama ketika naik taksi. Ungkapan itu hanya berlaku ketika perempuan turun dari taksi. Ketika naik, perempuan sebaiknya masuk ke dalam taksi belakangan.

"‎Kalau suami istri, suami naik duluan, istri belakangan, ketika turun istri duluan suami belakangan," kata Kepala Seksi Perlindungan Jamaah Letnan Kolonel Jaetul Muchlis Basyir, Sabtu (19/9).

Menurut Muchlis, hal tersebut dilakukan demi keamanan berkendara bagi jamaah haji menggunakan taksi. Jamaah haji ‎Indonesia sebaiknya mewaspadai potensi kerawanan lainnya. 

‎Muchlis menyatakan umumnya transportasi di Makkah dioperasikan oleh sopir di berbagai negara. Tidak hanya taksi resmi, tapi juga ada omprengan dan taksi gelap.

Dia menyatakan jamaah sebaiknya tidak terprovokasi dengan trik berbau kriminal dari sopir taksi. "Misalnya pura-pura mogok lalu minta penumpang laki-laki untuk mendorong. Ha‎l ini pernah terhadi dan jangan sampai terualng tahun ini," kata Muchlis

Kewaspadaan lainnya ketika menggunakan taksi menjelang prosesi wukuf di Armina, yaitu lonjakan harga. ‎Menurut Muchlis, tarif taksi dari Masjidil Haram ke pemondokan jamaah haji Indonesia mulai dari 20 riyal sampai ‎50 riyal. "Tapi kalau dekat wukuf bisa sampai 100 riyal," ujar dia. 

Adanya potensi kerawanan ini, Muchlis pun mengimbah jamaah menjaga kesehatan menjelang rangkaian ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina). Jamaah sebaiknya mengurangi aktivitas di Masjidil Haram. 

Apalagi, bus shalawat sudah berhenti sementara untuk melayani jamaah. "Dengan jarak tempuh cukup jauh dan harus menggunakan transportasi umum, maka harus hati-hati," kata Muchlis.

Jika jamaah tetap ingin beribadah ke Masjidil Haram maka dia menyarankan untuk berangkat dengan kekuatan rombongan. "Jangan sendiri-sendiri. Senantiasa menginformasikan kepada petugas kloter, baik kepala regu maupun kepala rombongan setiap kali akan bepergian‎," kata Muchlis. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement