REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bulan Dzulhijjah adalah saat di mana umat Muslim dari seluruh penjuru dunia berbondong-bondong menuju Tanah Suciuntuk menunaikan ibadah haji. Biasanya, bagi yang sudah menunaikan rukun Islam kelima ini, akan merasakan sendasi kerinduan untuk kembali ke Tanah Suci.
Setidaknya, sensasi kerinduan tersebut juga tak bisa dipungkiri oleh pendiri Ar-Rahman Quranic Learning Islamic Center Ustaz Bachtiar Nasir. Meskipun terbilang sering menunaikan ibadah haji, ia selalu berusaha memanfaatkan momen-momen di Tanah Suci untuk beribadah seoptimal mungkin.
"Yang paling bisa dirasakan sensasi berhaji adalah merasakan suasana hati ketika dipanggil oleh Allah SWT dan ketika hati ini menyambut seruan-Nya serta merasakan nikmat dan romantisnya menyebut nama Allah SWT dan berada di dekat rumah Allah SWT. Sehingga, ke tempat-tempat ibadah itu rasanya rugi untuk dilewatkan," ujar Ustaz Bachtiar saat dihubungi Republika.co.id, Senin (21/9).
Namun, sejalan dengan bertambahnya usia Ustaz Bachtiar merasakan adanya perbedaan-perbedaan mendasar dalam melaksanakan ibadah haji dari tahun ke tahun.
Ketika pertama kali menunaikan ibadah haji di usia 20an tahun medio tahun 1989, Ustaz Banchtiar mengaku merasakan suasana batin sangat luar biasa bahagia.
Tetapi, setelah perjalanan usia Ustaz Bachtiar baru bisa memaknai prosesi ibadah haji secara mendalam. Saat ini, ia lebih bisa merasakan bahwa hakikat berhaji itu adalah berjumpa dengan Allah SWT di Baitullah.
Perjumpaan tersebut bisa dirasakan dengan kalbu dan hanya bisa dinikmati dengan tingkat keimanan. Menurut Ustaz Bachtiar, tingkat keimanan sangat terkait dengan pengetahuan dan pengalaman spiritual.
"Puncak haji secara ritual adalah wukuf di Arafah. Sedangkan secara spiritual, puncak nilai haji adalah kemabruran," ujar Ustaz Bachtiar.