REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH -- Jumlah haji non-kuota pada tahun ini berkurang dibandingkan tahun sebelumnya. Indikator berkurang haji non-kuota bisa dilihat dari data masuk jamaah haji non-kuota sejak 10 hari terakhir menjelang wukuf.
“Saya angkanya tidak ingat pasti, tapi sangat berkurang. Salah satu bukti lainnya adalah adanya visa ziarah karena tahun lalu tidak ada visa ziarah, semua visa haji,” kata Konsuler Jenderal RI di Jeddah Dharmakirty Syailendra Putra kepada Republika.co.id, Selasa (22/9).
Dia melanjutkan, dengan pengurangan kuota yang diberlakukan terhadap semua negara pengirim jamaah haji sejak 2013, jumlah visa haji non-kuota yang dikeluarkan kedutaan-kedutaan besar Arab Saudi di berbagai negara juga berkurang.
Para perwakilan negara Pelayan Dua Kota Suci di seluruh dunia pun tak lagi jor-joran mengeluarkan undangan haji.
Jamaah haji non-kuota, kata Dharmakirty, adalah jamaah haji resmi yang diundang Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melalui berbagai jalur khusus. Mereka mendapatkan undangan dari Kedutaan Besar Arab Saudi di negara mitra, Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam), Majelis Syura Arab Saudi, dan undangan langsung dari Raja Salman bin Abdul Azis.
Para jamaah haji undangan ini tidak memakai kuota yang telah ditetapkan bagi jamaah dari negara pihak penerima undangan.
“Jadi bukan berarti ilegal, visanya resmi visa haji. Cara mendapatkannya pun resmi,” ujar Dharmakirty.
Khusus Indonesia, tahun ada sekitar 60 jamaah haji undangan dari Kedutaan Arab Saudi di Jakarta, Liga Dunia Islam, dan Majelis Syura Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Termasuk di antara jamaah haji non-kuota ini adalah rombongan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), rombongan DPR, para tokoh perwakilan ormas Islam, dan sejumlah pimpinan Universitas Islam Negeri.
Mengenai biaya para jamaah haji undangan ini, semua keperluan akomodasinya ditanggung pengundang. “Jadi ada operatornya sendiri di sini, seperti haji khusus begitu. Kalau untuk undangan majelis syura seperti anggota DPR itu, ya dari Royal Protokol,” kata Dharmakirty.