REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Berbagai masukan yang disampaikan oleh pemerintah serta ulama Indonesia khususnya dalam menyikapi tragedi Mina akan lebih efektif dan lebih didengar oleh Pemerintah Arab Saudi, kata pengamat Timur Tengah Universitas Gadjah Mada (UGM), Siti Mutiah Setiawati.
"Indonesia sangat didengar oleh pemerintah Saudi, khususnya suara para ulama Indonesia yang memiliki hubungan baik dengan pejabat di sana," kata pengamat Timur Tengah Universitas Gadjah Mada (UGM), Siti Mutiah Setiawati di Yogyakarta, Ahad (27/9).
Menurut dia, sebagai negara mayoritas berpenduduk Islam, Indonesia juga memiliki banyak ulama yang memiliki hubungan baik dengan para pejabat Kerajaan Arab saudi. Oleh sebab itu berbagai masukan Indonesia yang diberikan mengenai tragedi yang menewaskan ratusan orang itu, kemungkinan besar dipertimbangkan.
"Sehingga tipikal Arab Saudi sebagai negara kerajaan yang tertutup bisa ditembus oleh Indonesia, termasuk untuk membicarakan persoalan manajemen haji," kata dia.
Menurut dia, pemerintah Arab Saudi lebih menyukai komunikasi antarpersonal dibanding komunikasi resmi antar pemerintah. "Sehingga para ulama yang memiliki kedekatan dengan pejabat di sana seperti Hasyim Muzadi, atau Maftuh Basyuni perlu dimanfaatkan," kata dia.
Dalam konteks itu, menurut dia, Indonesia memiliki peran strategis untuk mendorong keterbukaan Arab Saudi membicarakan kronologi tragedi di Mina, sehingga dapat segera dibahas di forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Menurut Siti, tragedi yang telah menewaskan ratusan orang itu sepatutnya memang bukan lagi hanya menjadi urusan internal pemerintah Arab Saudi saja, melainkan perlu dievaluasi secara kolektif antar negara-negara Islam dunia yang tergabung dalam OKI.
"Ini tidak bisa lagi jadi urusan Saudi saja dengan membentuk tim investigasi sendiri," kata pengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM itu.