Kamis 01 Oct 2015 15:45 WIB

Perlu Penguatan Peran Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia

Ketua Komite Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Slamet Efendi Yusuf
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ketua Komite Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Slamet Efendi Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Puspita dari Tanah Suci

MAKKAH -- Ketua Komite Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Slamet Effendy Yusuf mengungkapkan perlunya penguatan peran Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) menyusul jatuhnya korban jiwa jamaah haji Indonesia pada musibah Mina, Arab Saudi, Kamis (24/9).

''Penguatan peran Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia diperlukan menyusul jatuhnya korban jiwa dari Indonesia pada peristiwa bedesak-desakan ketika melempar jumrah di Mina, Arab Saudi,'' ungkap Slamet Effendy Yusuf di Makkah, Rabu (30/9) malam.

Menurut Slamet, berdasarkan wawancara dengan sejumlah jamaah yang menjadi korban pada musibah tersebut, mereka berangkat menuju tempat melempar jumrah pagi hari karena mengikuti ajakan pembimbing ibadah dari KBIH (Kelompk Bimbingan Ibadah Haji).

Menurut dia, pada pagi hari memang merupakan waktu utama melontar jumrah Aqabah pada 10 Zulhijjah. Namun, Pemerintah Arab Saudi sudah mengatur waktu melontar jumrah bagi jamaah asal Indonesia pada sore hari.

Jamaah mengikuti para pembimbing ibadah di KBIH itu dianggap sudah berpengalaman dan memahami seluk-beluk rangkaian ibadah haji. "Kalau TPIHI belum tentu didengar oleh jamaah, kalau KBIH bilang A justru didengar," kata Slamet.

Jamaah asal Kloter JKS 61 Embarkasi Jakarta-Bekasi, Nur Supangkat (53 tahun), mengatakan permasalahan yang terjadi di Jalan 204 bukan terkait dengan pengaturan waktu jamaah berjalan ke Jamarat. "Yang diatur alurnya bukan waktu lontar," kata dia.

Supangkat termasuk korban sekaligus saksi mata pada peristiwa berdesak-desakan yang menyebabkan 57 jamaah Indonesia menjadi korban jiwa dan 74 masih belum kembali ke pemondokan. Menurut Supangkat, persoalan utama pada pengaturan alur.

Dia menyatakan, Pemerintah Arab Saudi harus melakukan pengaturan ketika terjadi kepadatan. Jamaah yang hendak melontar jumrah di Jamarat harus tetap berjalan dan tidak ada yang menghambat seperti jamaah yang diam atau penutupan jalan yang tidak jelas alasannya.

"Kalau ada pengaturan alur jalan, sebanyak apa pun jamaah yang berangkat tidak akan ada penumpukan. Jadi yang diatur alurnya bukan waktu lontar," kata Supangkat menerangkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement