REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR memastikan pemerintah belum memiliki payung hukum yang jelas untuk menjadi penyelenggara umrah. Merujuk UU No.13 Tahun 2008, tugas pemerintah hanya sebagai pembina, pengawas, dan pemberi izin usaha.
"Karena itu tidak bisa ngomong begitu saja ingin menyelenggarakan umrah. Harus ada payung hukumnya. Payung hukum dalam bentuk undang-undang," ujar Ketua komisi VIII DPR, Saleh Partaonan Daulay, Rabu (14/10).
DPR, menurut Saleh, memahami niatan pemerintah mengambil alih penyelenggaraan ibadah umrah karena kasus penipuan dan penelantaran jamaah. Namun, persoalan itu menuntut ketegasan pemerintah. Karena fungsi pemerintah sebagai pengawas belum terlihat maksimal.
Pemerintah sebaiknya menunjukan ke masyarakat mampu memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Dari evaluasi, pelayanan pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji masih banyak ditemukan kelemahan dan evaluasi. Salah satunya yakni lemahnya diplomasi pemerintah terhadap pemerintan Arab Saudi.
"Selama ini kalau travel hajinya bagus dan bertanggung jawab justru pelayanannya lebih baik dari pemeintah. Nah mengapa sekarang pemerintah mau ambil ahli itu," katanya.
Untuk itu, sebelum memtuskan kemenag menjadi penyelenggara ibadah umrah maka perlu dilakukan kajian mendalam dan serius yang melibatkan berbagai pihak. Seperti permerintah dan masyarakat. Sheingga undang-undang yang dihasilkan bermanfaat untuk rakyat.




