REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI Fidiansjah mengaku akan meminta persetujuan alternatif kebijakan dari Kemenkes terkait pembinaan jamaah risti (risiko tinggi) sembilan bulan sebelum keberangkatan. Menurutnya, alternatif kebijakan itu agar Kemenkes memiliki waktu yang cukup mempersiapkan jamaah haji risti berangkat haji.
"Dengan demikian tentu harapan kami penetapan risti adalah sesuatu hal yang perlu dilakukan, dan juga pembinaan risti. Jadi, kalaupun penetapan risti belum bisa dilakukan, maka yang kami minta dukungan dari Kemenag agar pembinaan risti dilakukan sembilan bulan sebelum berangkat," tuturnya, Senin (26/10).
Untuk pelaksanaannya, dia menjelaskan kebijakan tersebut tidak dihubungkan dengan tugas Kemenag dalam melakukan persiapan penyelenggaraan ibadah haji, termasuk pelunasan calhaj. Sehingga ketika kuota haji 2016 sudah digelontorkan kepada masyarakat, Kemenkes berharap pembinaan dapat segera dilakukan, tanpa harus menunggu pelunasan dari calhaj.
"Jadi tidak ada ruginya melakukan pembinaan kepada calhaj yang belum lunas pembayarannya. Katakanlah seorang calhqj belum ada biaya untuk melunasi, toh masih ada orang lain yang akan mengisi kuota tersebut," katanya melanjutkan.
Kebijakan tersebut, menurut rencana akan disampaikan ketika forum evaluasi nasional tentang penyelenggaraan ibadah haji yang akan dilaksanakan pada 26-29 November mendatang. Evaluasi tersebut akan dihadiri berbagai pihak baik dari Kemenag, Kemenkes, beberapa ulama dan juga pihak pembimbing haji. Kemenkes berharap kebijakannya tersebut mendapatkan dukungan dari berbagai komponen tersebut, sebagai upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.