REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mujahid mengungkapkan, Direktorat Umrah Kementrian Agama diperlukan untuk memaksimalkan pengawasan dalam penyelenggaraan umrah.
"Karena dinamika umrah luar biasa sekarang. Jumlah jamaah umrah hampir 3,5 kali jamaah haji. Tapi, tidak ada direktorat khusus. Akibatnya, pembinaan dan pengawasan jadi kurang, bahkan tidak ada," jelas Sodik Mujahid kepada Republika, Rabu (16/12).
Ia menjelaskan, belum adanya direktorat khusus yang menangani umrah di Kemenag mengakibatkan perlindungan dan pengawasan dalam penyelenggaraan umrah tidak berjalan maksimal. Akibatnya, banyak terjadi kasus jamaah umrah yang telantar.
Komisi VIII DPR meminta agar Direktorat Umrah sudah mulai beroperasi pertengahan tahun depan. "Sehingga peningkatan pengawasan bagi jamaah dan travel umrah dapat segera terwujud,'' ujarnya.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan rencana pembentukan direktorat khusus yang mengurus penyelenggaraan umrah, di luar Direktorat Haji yang sudah ada.
Meski Kementrian Agama membentuk Direktorat Umrah, ungkap Lukman Hakim Saifuddin, bukan berarti Kementrian Agama akan mengambil alih pengelolaan ibadahh umrah yang selama ini dilakukan swasta yakni para penyelenggara umrah.
Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Rinto Rahardjo berpendapat lain. Menurutnya, tak perlu membentuk direktorat khusus untuk menangani umrah. Perbaikan penyelenggaraan umrah cukup dilakukan lewat penertiban penyelenggara (travel) umrah.
Ia menekankan, penertiban tersebut harus dilakukan Kemenag secara tegas sehingga dapat memberikan efek jera bagi travel umrah yang nakal. Ia pun menyarankan Kemenag untuk memperjelas aturan-aturan tentang penyelenggaraan umrah.
Kepada travel umrah nakal, Kemenag dapat menjatuhkan sanksi berupa teguran maupun pencabutan izin. "Ketika langkah-langkah itu dapat diterapkan dengan baik, pengelolaan ibadah umrah tentu ikut menjadi lebih baik," kata Rinto Rahardjo menjelaskan.