REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Rabithah Haji Indonesia mengapresiasi Kemenag untuk mempercepat keberangkatan jamaah haji lansia 75 tahun. Namun tetap Kemenag harus memperhatikan kondisi fisik jamaah haji jangan sampai membebani diri sendiri dan orang lain.
"Kekhawatiran lansia yang diprioritaskan mereka memiliki risiko tinggi dan perlu bimbingan serta pendampingan ekstra," ujar dia kepada Republika.co.id, Senin (1/2).
Bagi Lansia dan jamaah haji umumnya mlaksanakan ibadah haji tidak hanya masalah mampu dalam hal pembiayaan saja. Tetapi juga masalah kesehatan yang perlu diperhatikan.
Kementerian Kesehatan harus bisa secara jelas memberikan informasi pada jamaah haji kategori apa saja yang tidak boleh berangkat. Secara terbuka mereka harus memiliki rekam jejak penyakit jamaah haji.
Menurut Ade yang tidak boleh berangkat adalah mereka yang memiliki penyakit menular dan juga memiliki fisik renta hingga tidak sanggup berjalan.
Kementerian Kesehatan harus tegas begitu juga Kementrian Agama dalam masalah ini. Pemahaman ini tentu harus didorong fatwa MUI untuk berhaji sekali seumur hidup didukung fisik yang prima.
Ketika jamaah haji divonis tidak dapat berangkat seharusnya dapat menerima dengan lapang dada. Kementrian Agama juga harus memberikan sosialiasi dan pemahaman yang cukip kepada calon jamaah haji tersebut.
Mereka dapat menggunakan badal haji atau bagi yang cukup hartanya melakukan umrah wajib terlebih dahulu. Jika mereka dapat memperkirakan fisik mereka dalam masa tunggu tidak memungkinkan ibadah haji mereka bisa melakukan umrah wajib.