REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia harus membuat badan pengawas umrah untuk mengurangi tingkat penipuan calon jamaah. Karena peluang penipuan umrah jauh lebih besar daripada haji.
Ketua Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin mengatakan secara otomatis pembentukan badan tersebut dapat dilakukan Kementerian Agama (Kemenag), karena jumlah peminat lebih besar daripada haji.
"Artinya pemerintah mengeluarkan izin untuk travel sesuai pengawasan," kata Ade, Jumat (11/3). "Tentunya dengan membentuk badan pengawas umrah."
Dia menilai pembentukan lembaga pengawas umrah luput dari pandangan pemerintah, sehingga oknum tak bertanggungjawab bisa melakukan sesukanya. Padahal jumlah calon jamaah umrah, jauh lebih tinggi daripada haji.
"Kalau haji hanya 160.000-an per tahun, umrah bisa 850 .000 sampai satu juta orang per tahun," terang dia.
Artinya menurut Ade, peluang pelaku kejahatan melakukan penipuan terhadap masyarakat jauh lebih terbuka. Jadi seharusnya regulasi umrah dibentuk, bukan hanya badan pengawas haji saja.
Untuk penipuan calon jamaah umrah, setiap tahunnya pasti ada. Karena celah untuk melakukan sebuah penipuan dengan memperdaya dan melihat kelemahan calon jamaah umrah cukup tinggi.
Kemudian setiap tahun modusnya juga berbeda-beda, namun cenderung selalu membuka dengan harga murah. Itulah salah satu faktor yang mendorong korban kejahatan umrah mudah terpedaya.
"(Namun) Dengan umrah murah, peluang untuk tidak berangkatnya sangat tinggi. Pada dunia usaha yang mengambil profit, seharusnya ada standar minimal," terang dia.
Misalkan keuntungan pelaku usaha teravel dapat disamakan menjadi $50 dolar per kepala. Nantinya semua asosiasi dan teravel dapat menyepakati harga tersebut, sehingga tidak ada yang menawarkan paket secara standar.
"Standar ada, regulasi-nya ada, SOP-nya juga ada," tutur dia.
Jadi dia menekankan kalau di Indonesia, terkait ibadah umrah harus ada lembaga khusus untuk melakukan pengawasan tersendiri. Karena jumlah peminat lebih besar, maka peluang penipuan cukup terbuka.