REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Utara, Anwar Sandiya mengatakan, ada dua pembahasan yang diikutinya dalam mudzakarah perhajian nasional tentang badal haji. Implementasi badal haji merupakan yang dibahas dalam kelompok diskusinya.
"Ada rumusan-rumusan yang ditetapkan berdasarkan ushul fikih," ujar Anwar kepada Republika.co.id usai Mudzakarah Perhajian Nasional Tentang Badal Haji, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (3/8).
(Baca: Pemerintah Perlu Atur Biaya Badal Haji).
Dia mencontohkan, kasus jamaah yang meninggal saat sudah berangkat perlu ditangani oleh pemerintah. Berbeda dengan jamaah yang meninggal sebelum berangkat, kata Anwar, dikembalikan kepada ahli waris. Hal seperti itu menurut Anwar menjadi persoalan yang dibahas terkait badal haji.
Anwar menambahkan, badal haji berkaitan dengan daftat tunggu haji yang saat ini cukup panjang. Sebab itu, pemerintah perlu juga memikirkan hal tersebut.Untuk itu guna mengatasi daftat tunggu yang panjang program dana talangan haji dihapuskan. Pasalnya, hal tersebut yang memicu lonjakan orang yang ingin naik haji.
"Itu ditiadakan karena mudharatnya lebih besar, karena ada kasus saat orang ingin menagih utang, yang ditagih sudah tidak ada," Anwar menuturkan.
Dia menuturkan, semua pendapat dari empat madzhab terkait badal dijadikan rujukan. Kemudian, dia mengatakan, terkait penataan badal haji juga menjadi pembahasan. Dalam dua tahun terakhir pelaksanaan ibadah haji sudah cukup baik. Karena itu, diharapkan kedepannya semakin membaik.
Menurut Anwar, mudzakarah tersebut akan menjadi rujukan bagi Kementerian Agama (Kemenag) dalam membuat regulasi. Pendapat secara ushul fikih disampaikan kepada Kemenag."Ada saran-saran yang perlu diberikan rekomendasi terkait badal haji," kata Anwar.
(Baca: Lembaga Badal Haji Dibutuhkan Agar tak Seperti Mafia)