REPUBLIKA.CO.ID, SURAKARTA -- Nuryadin (59 tahun) menangis saat hendak mengawali ceritanya. Ia mengucap syukur, atas nikmat yang diberikan padanya. Ia bisa berangkat haji tahun ini.
"Saya ingat perjuangannya, setiap hari berdoa terus berdoa semoga bisa naik haji. Alhamdulillah terkabul," ungkap Nuryadin saat dijumpai Republika usai mengikuti pembekalan ibadah haji yang diselenggarakan Kementrian Agama Surakarta di Dana Hotel, akhir Juli lalu.
Penuh lika-liku, Nuryadin berjuang mewujudkan mimpinya pergi ke Tanah Suci. Nurdin bukan berasal dari keluarga kaya. Hidupnya pun sederhana. Namun tekadnya untuk menunaikan rukun Islam ke lima begitu kuat.
Bertahun-tahun, ayah dua anak itu memendam keinginannya bisa beribadah haji. Ia tahu tak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa datang ke Baitullah. Sementara penghasilan yang diperoleh, boleh dibilang hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Sehari-harinya Nuryadin berprofesi sebagai petugas kebersihan dan jasa gali kubur di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Benoloyo, Banjarsari. Pemakaman itu berjarak tak jauh dari tempat tinggalnya di Banyuanyar RT 1/5 Banjarsari, Surakarta.
Penghasilannya tak menentu, tergantung pada keikhlasan keluarga jenazah yang memberi upah usai menggunakan jasanya menggali kuburan. Terkadang ia diberi upah Rp 50 ribu, 25 ribu, kadang pula Rp 10 ribu.
"Kalau tidak ada yang meninggal, ya tidak bawa uang ke rumah, nanti saya usaha lain bantu-bantu kalau disuruh-suruh warga apa saja," katanya menerangkan.